Pak Raden Jual Lukisan ke Jokowi untuk Berobat Alternatif
Melukis. Itulah itu yang menjadi andalan Pak Raden mengisi hari sekaligus mencari makan. Pak Raden pun aktif mendongeng sewaktu kondisi fisiknya masih
Editor: Yulis Sulistyawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Semenjak tak lagi aktif di serial Unyil, Pak Raden berjuang mencari nafkah melalui seni.
Melukis. Itulah itu yang menjadi andalan Pak Raden mengisi hari sekaligus mencari makan. Pak Raden pun aktif mendongeng sewaktu kondisi fisiknya masih sehat.
Pak Raden juga sempat menawarkan lukisannya kepada Jokowi yang ketika itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Uang hasil penjualan lukisan selama ini ia gunakan untuk berobat.
Dua tahun lalu,tepatnya 3 Oktober 2013, Tribunnews bertemu dengan Pak Raden di tempat pengobatan alternatif H Dimas Bumiaji, di Jl Rukem, Rawamangun, Jakarta Timur.
Ketika itu Pak Raden telah berusia 80 tahun.
Kumis tebal, lengkap dengan blangkon dan jas hitam khas pakaian daerah membuat masih menempel begitu Pak Raden turun dari taksi.
Terpapah menggunakan tongkat panjang, dan dibantu seorang asisten, Pak Raden berjalan menuju sebuah rumah dimana ia akan menjalani perawatan atas sakit yang dideritanya.
Pak Raden mengatakan, dirinya mengidap osteoartritis, sebuah penyakit pada sendi tulang.
"Istilah populernya, encok. Dulu waktu di televisi saya sering mengeluh encok, tapi itu cuma akting. Sekarang saya benar-benar merasakan, dan bahkan sangat sering. Mungkin karena umur," kata Pak Raden.
Pak Raden ketika itu mengatakan,lantaran penyakit persendian yang dideritanya sejak lama, ia tak dapat mengerjakan lukisan, coretan, dan mendongeng yang menjadi sumber penghasilan utamanya.
"Rutinitas saya sehari-hari ya melukis, corat coret, mengarang, nah kalau saya sakit ya susah. Tangan saya kerja, tapi kaki saya sakit, ini nggak enak. Saya sekarang sulit berkarya dengan ini semua," kata Pak Raden ketika itu.
Pencipta Si Unyil itu menyebutkan, lantaran sakit yang kian parah, banyak hal yang sejak dulu ia lakukan untuk berkarya, ataupun bertahan hidup menjadi terkesampingkan.
"Kalau lagi sehat, saya bisa membuat lukisan sebanyak dua atau satu lukisan dalam sebulan. Tapi kalau kondisi saya begini ya susah," keluhnya.