AI vs Buatan Manusia, Bisakah Gantikan Pekerja Seni?
Kemunculan AI tak dipungkiri membawa dampak positif bagi kehidupan. Namun, tidak dapat disangkal pula jika teknologi ini juga menimbulkan keresahan.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pesatnya penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini tersebar luas di berbagai sektor dan aplikasi.
Kemunculan AI tidak dipungkiri membawa dampak yang positif bagi kehidupan. Namun, tidak dapat disangkal pula jika teknologi ini juga menimbulkan keresahan.
Pekerjaan yang digeluti manusia seperti menulis hingga pekerja seni seperti membuat ilustrator dan desain disebut-sebut dapat tergantikan dengan AI.
Ketua Pelaksana Pameran Sampul Manusia sekaligus editorial Gramedia Pustaka Utama (GPU) Mirna Yulistiati pun bagikan pandangan terkait hal ini.
Menurutnya keresahan yang muncul tidak hanya soal apakah pekerjaan seni dapat tergantikan.
Keresahan juga muncul dari sisi etika teknologi tersebut.
Proses AI menghasilkan sebuah karya adalah dengan mengambil data-data yang sudah ada di google.
Baca juga: Teknologi AI Mengancam Peradaban Manusia, Begini Upaya Mitigasi Pemerintah
"Mengambil data dengan tidak izin. Dari data dikumpulkan dikombinasi, lalu dijual di beberapa platform," ungkapnya pada pameran Sampul Manusia yang menampilkan 1.000 sampul terbitan GPU di Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Tidak dapat dipungkiri jika penggunaan AI sangat efesien, mudah dan murah. Bahkan dalam hitungan menit, sebuah ilustrasi bisa dihasilkan.
Berbeda dengan illustrator yang butuh waktu dalam memikirkan konsep.
Selain itu, illustrator juga mencurahkan mencurahkan hati, cinta dan air mata unti dunia yang begitu dicintai.
Namun sampai saat ini, menurut Marni masih ada yang tidak dapat diganti oleh AI.
"Tetapi menurut saya penggunaan air tidak bertanggungjawab dari sisi bias. AI belum bisa hati-hati menampilkan warna kulit, ras, gender," imbuhnya.