Vamos Indonesia Buat Program Aku Bicara Bola: Edukasi Suporter Jadi Topik Perdana
Vamos Indonesia tak hanya fokus dalam memunculkan bakat-bakat pesepakbola Indonesia. pasalnya Vamos kini juga mulai bantu
Penulis: Abdul Majid
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Vamos Indonesia tak hanya fokus dalam memunculkan bakat-bakat pesepakbola Indonesia, pasalnya Vamos kini juga mulai bantu meningkatkan kualitas sepakbola Indonesia dengan memberikan edukasi disemua sektor.
Seperti diketahui Vamos Indonesia yang fokus memunculkan pemain muda Indonesia hingga sekarang telah mengirimkam sejumlah 26 pemain ke Spanyol untuk menimba ilmu.
Salah satu cara yang dilakukan Vamos Indonesia untuk mengedukasi sepakbola Indoneaia yakni dengan membuat program Aku Bicara Bola yang bekerjasama dengan BNI.
Program yang tayang langsung di IG dan Youtube Vamos Indonesia ini rencananya bakal diadakan setiap hari Jumat pada pukul 16.00 WIB. Tiap pekannya, program Aku Bicara Bola akan dihadiri narasumber yang berkompeten.
“Vamos indonesia punya misi untuk menimbulkan talenta-talenta Indonesia untuk bisa bersaing di Eropa. Kita sekarang ada 26 pemain, ada di Valencia dan Palamos. Tapi selain itu juga kami dari Vamos berpikir untuk saatnya kita ini bicara ekosistem, pemain sepakbola adalah salah satu bagiam dari ekosistem disepakbola, karena ada wasit, pelatih, manajer, sponsor dan suporter,” kata Fanny Riawan, pendiri Vamos Indonesia di menara BNI, Jumat (20/9/2019).
“Ini kan dalam satu ekosistem, terus terang kami terpancing untuk membuat acara ini yang sifatnya edukasi tapi santai, karena akhir-akhir ini kita terpuruk, rangking Timnas saja 160, kemarin juga timnas main akhirnya rusuh,” sambungnya.
Pada siaran perdana ini, Aku Bicara Bola dihadiri oleh Ignatius Indro, Ketua Paguyuban Suporter Indonesia dan Kombes Jabinson Purba (lulusan kursus hooligan precaution scotland yard).
Dalam pembahasan ini, Indro mengatakan bahwa suporter Indonesia sangat butuh edukasi, tapi ia menilai banyak juga suporter Indonesia yang mulai dewasa.
“Kemarin waktu lawan Malaysia ada tindakan kekerasan tapi dari sisi suporter lain ada yg teriak kampungan-kampungan. Itu berarti tidak semua suporter anarkis, banyak juga yang nonton nyaman dan berharap disuguhkan pertandingan baik,”
“Kalau lebih banyak lagi suporter yang seperti itu, dan kalau ada yang bertindak anarkis mereka akan malu sendiri. Yang sudah teredukasi kan mereka akan bilang kampungan, norak nih kalau anarkis,” jelasnya.
Indro pun berharap edukasi suporter juga difokuskan oleh federasi sepakbola Indonesia dan klub-klub, bahkan pendekatan melalui hal lain seperti budaya juga harus dilakukan.
“Pendekatan atau edukasi juga bisa saja dengan budaya masing-masing itu bisa. Contoh melalui ulama-ulama, guru-guru tapi kalau saya ngajak semua stakeholder ya yang bisa melakukan itu sampai ke tingkat akar rumput,” pungkasnya.
Sementara itu, Kombes Jabinson Purba menilai bahwa klub-klub Indonesia belum mempunyai database suporter yang nantinya bakal menjadi landasan pengamanan.
Padahal, database itu menurut Jabinson sangat perlu bagi pihak keamanan untuk menentukan berapa jumlah personel yang turun.
“Jadi kehadiran polisi berkuda, water canon itu membuat orang tidak nyaman. Itu yang Manchester terutama mendengar betul nasihat itu, jadi kembali lagi, ada suporter dibina dalam satu wadah, polisi bisa mengetahui jumlah yang hadir sehingga bisa diperhitungkan,”
“Di ASEAN saja kita belum bisa, kita punya ASEANPOL tapi tidak punya database, mereka punya EUROPOL dan punya databese, saling tukar. Jadi kepolisian bisa mengerahkan pasukan dengan melihat jumlah penonton,” jelasnya.