Kisah Berliku Masjid Ki Muara Ogan Palembang, Dua Kali Digusur Penjajah
Masjid Ki Muaro Ogan, Cagar Budaya Palembang.
Editor: Mohamad Yoenus
Lama kelamaan penyebutan Muara Ogan berubah menjadi Marogan.
Saat itu pula nama Masagus Haji Abdul Hamid sering dipanggil Kiai Marogan.
Pada mulanya, masjid ini digunakan sebagai tempat salat dan belajar mengaji bagi masyatakat di sekitar Kampung Karang Berahi, Kertapati Palembang.
Sebagai ulama, Kiai Marogan banyak memiliki murid, termasuk Kiai Kemas Haji Abdurrahman Delamat (Kiai Delamat) pendiri Masjid Al Mahmudiyah Suro 32 Ilir Palembang.
Seiring waktu, jumlah jemaah Kiai Marogan terus bertambah, sehingga perlu untuk meningkatkan fungsinya.
Kemudian masjid tersebut semula milik pribadi, lalu diwakafkan pada tanggal 6 Syawal 1310 H atau bertepatan dengan 23 April 19893 H.
Setelah itu masjid Kiai Matogan digunakan sebagai tempat mengelar Salat Jumat dan ibadah-ibadah lain pada umumnya.
Tampak depan Masjid Kiai Muara Ogan Palembang. (Sriwijaya Post/Yandi Triansyah)
Menurut keturunan keempat dari Kiai Marogan Mgs H Memet Ahmad SE, tanah milik Kiai Marogan jauh lebih luas dibandingkan bangunan yang ada saat ini.
Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Musi, sebelah Timur berbatasan langsung dengan Pasar Kertapati, sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Ogan dan sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Gelam (Keramasan).
Masjid Kiai Marogan sendiri pernah beberapa kali direnovasi, diantaranya tahun 1950.
Mustaka atau limas teratas yang berbentuk segi empat diganti dengan kubah bulat terbuat dari seng, sementara bagian depan di dak dan dicor beton.
Kemudian, renovasi kembali dilakukan secara besar-besaran pada tahun 1989 dengan meninggikan plafonnya dan kubah dari seng dikembalikan seperti semula limas.
Lantainya juga diganti dengan keramik, pintu jendela diganti dengan yang baru, namun tidak merubah unsur aslinya.
Sejak direnovasi terkahir pada tahun 1989 hingga saat ini belum pernah dilakukan renovasi lagi.