Kisah Berliku Masjid Ki Muara Ogan Palembang, Dua Kali Digusur Penjajah
Masjid Ki Muaro Ogan, Cagar Budaya Palembang.
Editor: Mohamad Yoenus
Namun akhir-akhir ini platfon bagian utama masjid terbuat dari kayu karena merupakan unsur aslinya sudah mulai bocor.
Waktu pertama kali dibangun berukuran panjang 25 meter dan lebar 20 meter.
Setelah mengalami renovasi sekarang menjadi 50 meter dan lebar 40 meter. Bisa menampung sebanyak 1.500 jemaah.
Walaupun terletak di pinggir Sungai Musi dan Sungai Ogan, masjid ini tidak pernah kebanjiran.
Terbukti pada tahun 2003 silam seluruh wilayah Kota Palembang dilanda banjir, namun Masjid Ki Muara Ogan tidak.
Sejak berdiri hingga sekarang Masjid Ki Muara Ogan pernah mengalami beberapa kali percobaan pengusuran. Hal ini disebakan karena letaknya yang strategis.
Bagian dalam masjid. (Sriwijaya Post/Yandi Triansyah)
Pada tahun 1911 perusahaan Kereta Api ZSS (Zuit Spoor Sumatera) milik pemerintah Hindia Belanda melakukan perluasan stasiun kereta api, akibatnya tanah milik Kiai Marogan diambil dan tinggal yang ada sekarang sekitar 12.586 meter bujur sangkar.
Di atas tanah itulah dibangun sebuah masjid, tiga sekolah, makam Kiai Marogan dan zuriatnya (keturunannya) dan beberapa rumah zuriat Kiai Marogan.
Pada masa pendudukan Jepang, dilakukan pendalaman Sungai Musi persis di depan Masjid Marogan.
Juga untuk keperluan pengambilan bahan batu bara dari pusat pembagiam di Kompleks TABA Kertapati dengan menggunakan kapal-kapal besar.
Akibatnya tanah yang berada di pinggir sungai yang berbatasan dengan masjid sejak tahun 1943 hingga 1980 mengalami erosi terus menerus.
Baik oleh hempasan sungai maupun akibat curah hujan, sehingga tanah di depan masjid hanya tinggal sekitar dua meter dari pengimaman (mihrab).
Untuk mengatasi tanah longsor tersebut dimintakan bantuan kepada masyarakat maupum pihak tertentu.
Pada tahun 1969 dibentuklah sebuah yayasan dengan nama Yayasan Masjid Kiai Marogan.