Asyiknya Menyeruput Kopi di Ampadoap Talaud, Dua Air Terjun yang Saling Berhadapan
Kedua air terjun ini jatuh di antara bebatuan dan aliran airnya bertemu di satu titik, lalu mengalir bersama menuruni anak sungai. Sungguh segar.
Editor: Malvyandie Haryadi
Cahaya matahari sesekali menerobos rimbunnya pohon-pohon itu.
Di kawasan ini memang sering dijadikan tempat untuk camping.
Tendanya bisa dibangun di antara dua air terjun itu, atau pun di tempat yang lebih tinggi, namun masih di kawasan air terjun itu.
Terlihat masih ada sisa-sisa permainan flying fox yang dibangun Kelompok Pecinta Alam (KPA).
Yang uniknya lagi, di satu sisi air terjun yang lebih besar, bebatuan stalaktit dan stalagmit mulai terbentuk.
Ketika menyambanginya, kelelawar kecil bisa keluar tiba-tiba dan mengangetkan anda.
Di tempat itu ternyata juga menjadi tempat kelelawar kecil yang bersembunyi di balik bebatuan itu.
Di kawasan sekitar air terjun ini juga menjadi habitat burung Nuri Talaud atau yang dikenal dengan Sampiri.
Burung ini beberapa waktu lalu nyaris punah, namun dengan berbagai upaya pelestarian dan penyelamatan yang dilakukan, kini hutan di Talaud kembali ramai dengan Sampiri.
Di hutan ini masih ada sisa-sisa upaya pelestarian waktu lalu, seperti kandang.
Tak sulit untuk menemukan air terjun Ampadoap ini. Dari Beo, hanya butuh berkendara sekitar 30 menit arah perkebunan warga yang ditumbuhi kelapa dan cengkih.
Dengan motor, anda bisa menembus hingga ke tangga sebelah air terjun.
Jika menggunakan mobil, harus diparkir di jalan raya, lalu jalan kaki sekitar satu kilometer.
Dari Kota Manado, harus berlayar sekitar 14 jam dengan kapal laut ke Melonguane, Ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud.
Dari Melonguane, berkendara sekitar satu jam ke Beo. Lalu dimulailah perjalan ke air terjun Ampadoap.
Satu lagi pesona alam di wilayah kepulauan terluar Indonesia. Nikmatnya si hitam akan lebih nikmat jika diseruput di air terjun ini.