Menanti Sunrise di Bromo Hingga Berkuda di Lautan Pasir
Hawa dingin menusuk tulang bakal hilang ketika mata dimanjakan sunrise dari Bromo.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Y Gustaman
Perjalanan selama 1,5 jam pun berakhir di kawasan Penanjakan 1 atau Bromo Spot View Poin Sunrise. Lokasi itu masih menjadi bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur. Kami berlima langsung berjalan menuju warung minuman.
Di tempat itu juga dijual sejumlah perlengkapan penghangat badan seperti sarung tangan yang dijual Rp10ribu dan Kupluk atau penutup kepala seharga Rp15ribu. Sambil menunggu naik ke lokasi Penanjakan 1 Bromo, kami menyempatkan untuk menghangatkan diri dengan memesan secangkir kopi panas. Teman lain lebih memilih menyantap mie instan.
Pukul 03.00 WIB, kami akhirnya berjalan menuju lokasi sunrise. Jarak dari warung minuman ke loksai pemantauan sekitar 100 meter dengan jalan mendaki. Hari masih gelap, pengunjung Bromo juga belum terlihat banyak. Bangku-bangku yang tersusun rapi masih kosong. Penanjakan 1 memiliki latar pemandangan Gunung Bromo, Gunung Batok dan Gunung Semeru.
Semakin lama, pengunjung mulai bertambah. Sejumlah wisatawan asing terlihat berbaur ingin menantikan matahari terbit dari ufuk timur. Sekitar pukul 04.45 WIB, semburat cahaya matahari mulai terlihat. Pengunjung mulai mempersiapkan kamera serta handphone untuk mengabadikan cahaya kemerahan yang mulai muncul dari kejauhan.
"Subhanallah, indahnya," kata salah satu pengunjung yang duduk di sebelah Tribunnews.com.
Cahaya matahari terus bergerak naik melewati garis cakrawala. Mata pengunjung lalu berpaling ke Gunung Bromo. Gunung yang berada di ketinggian 2.770 mdplmulai menampakkan diri diterpa cahaya matahari. Asap belerang yang keluar dari kawah gunung menambah indah pemandangan. Pengunjung mulai merangsek mendekati pagar pembatas untuk memotret gambar terbaik.
Puas mengabadikan gambar lewat kamera telepon seluler, sekitar pukul 06.15 WIB, kami pun menuruni Puncak Penanjakan 1 Bromo. Tujuan berikutnya, berkuda lalu mendaki Gunung Bromo.
Berkuda di Lautan Pasir
Pak Kahar telah menunggu kami dengan Jeep-nya. Ia terlihat mengenakan selimut untuk menutupi tubuhnya. "Masih merasakan kedinginan juga Pak," tanya kami. "Masih lah mas, dingin juga kalau pagi, kita berangkat lagi, mas," kata Kahar sambil tertawa.
Perjalanan dari Penanjakan 1 Bromo menuju Gunung Bromo sekitar satu jam. Belum terlalu jauh, mobil kami meninggalkan parkiran, kemacetan melanda. Banyak rombongan Jeep juga meninggalkan Penanjakan 1 Bromo secara bersamaan. Dengan jalan yang tidak terlalu lebar timbulah kemacetan. Tak lama kemudian, kami terlelap karena kelelahan.
Pemandu kuda di Bromo. (Tribunnews.com/Ferdinand Waskita)
Kahar lalu membangunkan kami. Ternyata, kami hampir sampai di lokasi Gunung Bromo. Jeep harus melewati lautan pasir menuju gunung tersebut. "Melewati pasir ini harus punya keahlian, salah menyetir sedikit, mobil bisa selip," kata Kahar.
Pemandangan di kiri-kanan kami, adapula pengunjung menggunakan sepeda motor melewati lautan pasir. Debu-debu pasir langsung berterbangan menghalangi penglihatan kami. Mobil-mobil jeep yang membawa wisatawan menuju Gunung Bromo saling mendahului. Pengunjung harus mengenakan masker saat melewati lautan pasir tersebut.
Dari kejauhan Pura Luhur Poten sudah terlihat. Tempat ibadah umat Hindu itu berdiri megah di antara Gunung Bromo dan Gunung Batok. Diketahui, pada 1 Agustus 2015, masyarakat Suku Tengger yang beragama Hindu merayakan hari raya Yadya Kasada yakni sebuah hari upacara sesembahan berupa persembahan sesajen kepada Syang Hyang Widi. Sesembahan itu biasanya kepala kerbau yang akan dilemparkah ke kawah Gunung Bromo.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.