Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tempat Wisata Ramai Pengunjung, Sosiolog: Terjadi New Normal Versi Masyarakat karena Polusi Simbolik

Sosiolog membenarkan ramainya tempat wisata di tengah pandemi dikarenakan terciptanya new normal versi masyarakat yang disebabkan polusi simbolik.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Tempat Wisata Ramai Pengunjung, Sosiolog: Terjadi New Normal Versi Masyarakat karena Polusi Simbolik
Tribun Medan/Riski Cahyadi
Warga mengunjungi objek wisata Istana Maimun, di Kota Medan, Sumatera Utara, Minggu (7/6/2020). Meski Kota Medan saat ini belum memasuki kondisi untuk penerapan new normal atau era normal baru di tengah pandemi virus corona (Covid-19), namun tempat wisata itu telah ramai didatangi warga untuk menikmati libur akhir pekan. Tribun Medan/Riski Cahyadi 

TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah tempat wisata mulai ramai oleh pengunjung di saat pandemi Covid-19 belum berakhir.

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si., membenarkan hal itu terjadi karena terciptanya tatanan normal baru atau new normal versi masyarakat di tengah pandemi.

Menurutnya, masalah mendasar yang melatarbelakanginya yaitu polusi simbolik.

Ia menerangkan, polusi simbolik terjadi ketika ada banyak simbol berupa bahasa, peringatan, rambu-rambu dari pemerintah yang beragam.

Menurutnya, informasi yang berbeda-beda dari setiap daerah kemudian membuat masyarakat tidak dapat memaknai informasi secara tunggal

"Jadi satu orang memaknai begini, satu orang memaknai ini, itu yang namanya polusi sehingga tafsirnya beragam," terang Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS tersebut saat diwawancara Tribunnews.com melalui Zoom, Senin (8/6/2020) siang.

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si.
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si. (newsroom.uns.ac.id)

Drajat menuturkan, adanya polusi simbolik ini kemudian membuat masyarakat mengkontruksi sendiri peraturan yang ada.

Berita Rekomendasi

Selanjutnya, masyarakat pun menganggap new normal sebagai keadaan bahwa mereka sudah bebas keluar rumah untuk ke pusat perbelanjaan, tempat wisata, dan sebagainya.

"Karena polusi disebabkan karena inkonsitensi informasi, aturan, akhirnya orang mengkontruksi sendiri."

"Social construction itu mengkontruksi sendiri yang disebut dengan new normal itu yang ini, ketika dia keluar rumah nggak apa-apa, ke pasar nggak apa-apa, beli di toko-toko pinggir jalan nggak apa-apa," jelas Drajat.

"Nah ya sudah ini, sudah dianggap normal oleh mereka, jadi terjadi new normal versi masyarakat atau new normal versi sosial," tambahnya.

Baca: Hadapi New Normal, Pengunjung Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Boko Akan Pakai Stiker Penanda

Menurut Drajat, new normal versi masyarakat atau new normal versi sosial ini secara alami berjalan, yang ternyata timbul karena perbedaan definisi terhadap kebijakan pemerintah.

Namun, menurutnya, saat ini masyarakat tetap menjalankan kebiasaan baru dengan mengenakan masker ketika berada di luar.

"Tapi itu udah didukung, saya lihat ya, walaupun orang berbondong-bondong tetapi kebanyakan sudah menggunakan pola-pola yang baru seperti memakai masker, mereka juga mau cuci tangan, tidak mudah berpelukan atau bersalaman dengan orang lain, itu menurut saya kebiasaan yang menurut mereka sudah diinternalisasi sebagai keamanan menghadapi COVID," ujarnya.

Definisi Situasi Masyarakat Berbeda dengan Kebijakan Pemerintah

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas