VIDEO Zaenal Abidin: Dari Ban Bekas ke Sandal Bandol Khas Banyumas, Cerita Sukses yang Menginspirasi
inovasi dan tekad kuat Zaenal menjadikan Sandal Bandol ikon khas Banyumas yang terus menginspirasi.
Editor: Srihandriatmo Malau
Insole dibuat lubang terlebih dahulu kemudian tali dipasang ke sol flip-flop.
Ini dapat dilakukan dengan merekatkan menggunakan lem agar lebih kencang dan awet saat dipakai. Kenyamanan penggunaan sandal juga ditentukan dalam tahapan ini.
Pada proses ini, juga dilakukan pengukuran sandal menggunakan manekin bentuk kaki, ada yang nomor 39, 40, 41.
Untuk ukuran sandal wanita, ada juga yang terkecil loh yakni nomor 36.
Pekerja lain menyiapkan komponen pelengkap yakni bantalan alas kaki atau hak.
Bahan bantalan ini menggunakan busa.
Bantalan ini ditambahkan ke sol flip-flop untuk memberikan kenyamanan dan penyangga tambahan pada kaki.
Pembuatan pola outsole merupakan yang terumit.
Ini dilakukan agar sandal tidak licin.
Pembuatan pola menggunakan alat sederhana berupa silet yang dipasang di kayu kecil.
Meski tanpa alat ukur tapi pekerja bisa membuat pola yang presisi.
Berikutnya proses assembling. Dalam proses ini, dilakukan pengeleman untuk menyatukan outsole dan insole.
Hingga masuk ke quality control atau QC component.
Sebelum dipasarkan, sandal bandol dicek dengan teliti oleh Pak Zaenal agar sandal bisa nyaman saat dipakai.
Mulai permukaan, kekuatan lem outsole dan upper, presisi panjang sandal. Kenyamanan check, kualitas check, presisi check.
Zaenal memiliki tantangan dan kendala yang dihadapi selama ini yakni pemasaran dan pembiayaan atau modal.
Menurut Zaenal, kendala tersebut yang membuat perajin sandal bandol menyusut yang awalnya ada puluhan kini bisa dihitung jari.
Dari segi pemasaran sandal bandol, Dekranasda Banyumas memiliki wahana untuk memamerkan sekaligus menjualnya di Gedung Pratista Harsa di Jalan Jenderal Soedirman, Purwokerto, Kabupaten Banyumas.
Tepatnya, di sebelah barat Lapas Narkoba Purwokerto.
Di tempat ini, beragam produk kerajinan khas Banyumas ditampilkan, germasuk sandal bandol Zaenal Abidin.
Perajin menitipkan produk di tempat strategis ini, yakni di dekat Alun-alun Purwokerto.
Sandal bandol memiliki space khusus di pojok ruangan.
Di etalase, beragam model sandal bandol ditampilkan, bentuk slop, jepit, dan sebagainya.
Harganya bermacam-macam mulai Rp 35.000 hingga Rp 80.000.
Yang paling dicari dan dijual yakni sandal bandol capit seharga Rp 71 ribu.
Untuk di tempat usahanya Zaenal, mampu memproduksi sehari 10 kodi.
Ia mengaku belum pernah mendapat bantuan pengembangan usaha dan belum pernah sama sekali termasuk pelatihan promosi itu juga belum pernah.
"Saya sudah tua, kadang gak mampu, tapi kalau buat sandal bandol untuk beberapa pasang aja dan tidak banyak.
Tapi pesanan menurutnya kebanyakan dari luar jawa dan pernah ke Malaysia.
Kendalanya adalah karet sebagai bahan baku yang susah.
“Harganya naik tapi harga jual gak bisa naik," kata Zaenal.
Ia menceritakan bahwa kondisi pengusaha Sandal Bandol ini cukup memprihatinkan.
"Sekarang banyak yang gulung tikar, tinggal 3 atau 4 orang saja. Dari dulu pernah 15 atau 20 pengrajin. Banyak penguhaha yang terlilit hutang. Hutang bukan buat nglunasi malah buat lain. Gak buat belanja modal," ungkapnya.
Dia mengaku tidak suka sistem hutang.
Ia menceritakan bahan bakunya dapatnya dari Tangerang.
"Bahan baku susah banget dari karet, kalau ada bahannya mahal banget. Sekali ambil karet 1 ton. Untuk per kwintal jadi 20 kodi an.
Omsetnya ya puluhan juta kotor," katanya.
Dia juga menjadi salah satu pioner design sandal tinggi yang akhirnya banyak ditiru pengusaha yang lain.
"Awalnya ada satu orang yang minta dibuatkan satu pasang. Itu yang menginspirasi saya buat design baru," katanya.
Sementara itu, Ketua Harian Dekranasda Banyumas, Gatot Eko Purwadi menuturkan, Dekranasda hadir memfasilitasi pelaku industri kecil dan menengah atau IKM.
Namun demikian, kata dia, perajin sandal bandol harus berinovasi agar tidak ditinggal, terutama oleh kalangan anak muda.
Jangan sampai, sandal bandol kalah bersaing dengan sandal produksi pabrik.
"Dekranasda mengajak perajin sandal bandol melihat proses pembuatan sepatu kulit di Sidoarjo.
Harapannya, perajin sandal bandol bisa berinovasi," katanya.
Adapun Kepala Bidang UMKM, Ani Widosari menuturkan, segala upaya dilakukan untuk memajukan UMKM di kabupaten ini, termasuk pembiayaan.
"Kia memberikan pelatihan banyak macamnya, ada digital marketing, bagaimana cara memasarkan secara online
"Soal permodalan nah kita sedang laksanakan program peminjaman dana bergulir yang besarannya ditentukan masing, jangka waktunya 1 sampai dua tahun," ujarnya. (*)
Saksikan kisah dan video liputannya hanya di YouTube Tribunnews.(*)