Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Low Cost Hospital dan Era JKN

Belajar dari LCC semestinya kita dapat menciptakan Low Cost Hospital yang dapat terjangkau oleh kantong mayoritas penduduk Indonesia

Editor: Yudie Thirzano
zoom-in Low Cost Hospital dan Era JKN
TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
Dr drg Yaslis Ilyas, Chief Executive Officer Yaslis Institute 

Pertanyaan di atas menjadi hal yang penting kalau stake holder  jasa rumah sakit masih memegang konsep biaya jasa kesehatan terjangkau. Apalagi, kalau dikaitkan dengan rencana besar bangsa ini menciptakan pelayanan kesehatan untuk seluruh penduduk pada tahun 2014 dengan skema Jaminan Kesehatan Nasional. Dapatkah, cita-cita mulya dicapai dengan industri rumah sakit bercirikan kapitalis? Impian penulis dan mayoritas  penduduk Indonesia adalah mendapatkan pelayanan cepat, terjangkau dan aman.

Realitas biaya rumah sakit kita tidak terjangkau oleh mayoritas penduduk. Konsep biaya industri rumah sakit kita membebankan sebanyak mungkin item kepada struktur tarif. Sistem imbalanfee for services without ceiling income, biaya obat, biaya penunjang dan lainnyamenimbulkan inflasi tinggi biaya pelayanan kesehatan. Sekarang ini profesi perawat minta diperlakukan sama dengan dokter dengan menuntut imbalan fee for services  untuk setiap tindakan keperawatan di rumah sakit. Cukuplah sudah, manajemen rumah sakit terjerat dengan sistem  fee for services  untuk imbalan dokter spesialis yang berdampak buruk terhadap susahnya mengelola dokter spesialis dan menimbulkan biaya tinggi pelayanan kesehatan.

Belajar dari  pengalaman LCC semestinya kita dapat menciptakan Low Cost Hospital (LCH) yang dapat terjangkau oleh kemampuan kantong mayoritas penduduk Indonesia. LCH  bukan sekedar murah tetapi berkualitas dan aman serta pro rakyat. Dengan demikian, perlu kaji ulang konsep dasar penghitungan unit cost jasa pelayanan. Dari berpikir menambah item2 biaya kepada menghapus item2 biaya yang tidak diperlukan. Menghapus biaya operasional yang tidak diperlukan sehingga menyederhanakan struktur biaya. Sebagai contoh: bedah kecil dan sedang yang dapat dilakukan di ruang poly bedah seharusnya tidak dilakukan di operation room yang meningkatkan biaya.

Masih banyak item-item biaya operasional yang dapat dihapus baik pada pelayanan medis, keperwatan , laboratorium, alkes, suplai material dan administrasi yang dihapus sehingga menurunkan tarif pelayanan rumah sakit. Tentunya semua ini, berakar kepada konsep cost containment  pelayanan kesehatan dengan roh5 dasar budaya Kementerian Kesehatan R.I. yaitu: bersih, efisien, anti KKN, jujur, dan pro rakyat.KonsepLCH seharusnya dapat diterapkan pada rumah sakit pemerintah maupun swasta non-profit dan charitas.

Bagaimana bentuk strategi LCH?
Terlebih dahulu kita mengetahui pengertian biaya adalah semua pengorbanan yang dikeluarkan untuk memproduksi atau memperoleh suatu komoditi  yang dijuga disebut produk atau jasa. Pada rumah sakit produk adalah jasa pelayanan kesehatan, misal di rumah sakit produk outputnya adalah pelayanan rawat jalan, rawat inap, laboratorium, radiologi, kamar bedah dan lain-lain.Adapun komponen biaya rumah sakit terdiri dari biaya tetap maupun biaya operasional dengan item biaya sebagai berikut :

A..  Biaya Investasi
o    Gedung
o    Alat Medis dan Non Medis
o    Alat Penunjang medis

B.  Biaya Operasional dan  Pemeliharaan
o    Gaji
o    Obat/Bahan Medis
o    Alat Medis Habis Pakai
o    Makanan/ Gizi
o    Bahan/Alat Non Medis habis pakai
o    Loundry
o    Pemeliharaan (gedung, alat medis & non medis)
o    Umum
o    Listrik, air, telepon, BBM
o    Pelatihan, perjalanan, dll

BERITA REKOMENDASI

Memperhatikan kiat strategi manajemen LCC dan struktur komponen biaya rumah sakit, terlihat masih banyak peluang untuk menghapus dan menurunkan item biaya rumah sakit. Tentunya, perlunya perubahan paradigma berpikir dari menambah item menjadi menghilangkan dan mengurangi item biaya jasa layanan rumah sakit. Konsep LCH  bukanlah tidak mempunya margin¸ tapi peningkatan margin didapatkanmelalui volume produk dengan tarif yang wajar, tanpa menambahkan item biaya operasional yang tidak perlu apalagi tindakan  fraud.

Berikut disampaikan kiat strategi operasional LCH  untuk menurunkan biaya produk layanan rumah sakit:
•    Menghitung jumlah personel secara akurat sesuai kompetensi dan beban kerja atau output rumah sakit. Rumah sakit harus melakukan analisis beban kerja setiap unitsehingga diadapat didapatkan tenaga yang akurat.    
•    Merubah sistem imbalan dari fee for services kepada biaya berdasarkan paket layanan atau pembayaran pra pelayanan.
•    Rumah sakit hanya membeli alkes dengan type yang sama untuk memudahkan training & meminimize biaya maintenance dan penyediaan spare part cadangan.
•    Membuka waktu kerja rawat jalan lebih panjang dimulai jam 9.00 – 17.00 untuk menghindari tumpukan pasien di pagi hari dan mencegah pasien memanfaatkan Emergency Unit yang tidak diperlukan. Dengan jam buka klinik yang panjang maka volume pasien rawat jalan akan meningkat dengan tinggi dan berdampak peningkatan Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit.
•    Pemberian obat berdasarkan formularium nasional yang dibuat Kementerian Kesehatan R.I. dengan memperioritaskan obat generik. Dapat juga menggunakan formularium DPHO yang dikembangkan PT ASKES dengan memperkaya jenis obat yang sangat dibutuhkan dengan mempertimbangkan efektifitas dan efesiensi serta patient safety.
•    Semua pemeriksaan yang tidak benar2 dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa dan terapi harus dihilangkan.
•    Semua tindakan bedah yang dapat dilakukan di poly bedah tidak boleh dilakukan di operation room.
•    Sudah waktunya Kemenkes berkerja dengan Asosiasi Dokter Spesialis Bedah Indonesia untuk melakukan klasifikasi kategori tindakan bedah sehingga menjadi rujukan semua rumah sakit di Indonesia. SelamA ini penentuan klasifikasi tindakan bedah ditentukan oleh masing2 rumah sakit yang sering faktor finansial lebih berperan untuke meningkatkan tarif. Sebagai contoh :bedah gigi pada suatu rumah sakit bisa diklasifikasikan sebagai tindakan bedah khusus yang tentunya harganya jadi spesial mahal.
•    Dimasa depan rumah sakit pemerintah, Charitas dan non-profituntuk rawat inap hanya mempunyai 2 klas, Semi Provate dan non-private sehingga penentuan tarif lebih sederhana. Kalau memungkin rumah sakit pemerintah hanya mempunyai 1 klas rawat inap yaitu :Public class. Dengan demikian, dapat menerapkan pola tarif yang lebih sederhana menjadi satu tarif pelayanan rawat inap saja.
•    Melakukan kerjasama dengan pihak ke Asuransi Kesehatan untuk mendapatkan supply pasien dan mengamankan pendapatan rumah sakit.
•    Melakukan kerjasama dengan pabrik obat, dan alkes untuk mendapatkan harga diskon untuk pembelian anggaran satu tahun berjalan.
•    Melakukan kerjasama dengan pemasok bahan makanan dan loundry untuk mendapatkan harga diskon untuk pembelian anggaran satu tahun berjalan.
Masih banyak peluang untuk menurunkan dan menghilangkan item biaya layanan rawat jalan dan rawat inap rumah sakit. Tentunya, pimpinan rumah sakit lebih mengetahui dengan rinci kemungkinan yang dapat dilakukan untuk menghapus dan penurunan item biaya operasional rumah sakit.

Low Cost Hospital & Era JKN

Dengan diproklamirkannya program JKN pada tanggal 1 Januari, 2014, mestinya era LCH sudah menjadi pemikiran baru yang harus menjadi strategi Kemenkes RI untuk menjamin suksesnya Program JKN  yang mulia ini. JKN menerapkan teknik Managed care dengan sistem pembayaran kapitasi dan INA CBGpada PPK. JKN kan sukses bila RS Indonesia mengembangkan tarif berdasarkan konsep LCH.

Rasanya tarif INA CBG sudah menggunakan konsep tarif RS yang lebih rasional, walaupun belum tentu menggunakan konsep LCH. Tetapi kalau tarif RS masih menggunakan strategi tarif komersial maka program JKN akan sulit berkembang. Tarif RS yang me–retailkan semua komponen tarif berakibat tarif akhir tindakan medis menjadi sangat mahal. Banyak komponen tarif menjadi double margin karena tarif komponen sudah diitung pada harga jual yang mengandung margin kemudian diberi margin kembali pada tarif tindakan medis.


Sebagai contoh: tindakan operasi medis membutuhkan bahan medis habis pakai (kassa, betadine, jarum jahit, benang, spoit dll) yang dihitung pada harga jual kemudian ditambahkan sewa ruang operasi dan jasa dokter dan perawat dan lain2. Terakhir, biaya ditambahkan lagi marginmaka tarif total operasi medias menjadi sangat tinggi karena terjadi multiple margin dan margin nya sendiri tinggi karena itu kenapa tarif akhir tindakan medis RS menjadi sangat mahal. Semua tarif produk bisnis RS dihitung dengan konsep seperti tersebut maka bisa dimengerti tarif RS Indonesia bisa lebih mahal dari tarif di Malaysia bahkan Singapura.

Beginilah natural penentuan tarif RS baik pemerintah apalagi swasta. Dengan pola tarif seperti ini sampai kapanpun tarif RS akan selalu konflik dengan tarif INA CBG. Walaupun setiap tahun NCC, Kemenkes RI mereview tarif INA CBG tetap saja akan diprotes pihak RS karena perbedaan konsep penetapan tarif pada kedua lembaga ini.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas