Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Nasionalisme Kewirausahaan
Nasionalisme merupakan suatu bentuk ideologi yang meletakkan kecintaan.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila
TRIBUNNEWS.COM - Nasionalisme merupakan suatu bentuk ideologi yang meletakkan kecintaan, kesetiaan dan komitmen tertinggi pada negara kebangsaan (Hans Kohn, Nasionalisme. Arti Dan Sejarahnya, (1961) Djakarta, Pustaka Sardjana). Dalam nasionalisme inilah seorang individu mengintegrasikan perasaan dan kecintaannya pada negara kebangsaan. Unsur utama yang terkandung dalam konsep nasionalisme adalah keinginan untuk hidup bersama sebagai suatu komunitas bangsa yang memiliki tujuan dan cita-cita yang hendak diraih bersama. Dengan demikian pemikiran dan tingkah laku seorang nasionalis senantiasa didasarkan pada kesadaran menjadi bagian dari suatu komunitas bangsa dan berorientasi pada pencapaian tujuan bersama sebagai bangsa.
Maka nasionalisme Indonesia yang berlandaskan pada sila ke- 3 Pancasila, dengan konsep Nasionale staat, bertujuan mewujudkan apa yang terkandung dalam sila ke-5. Dengan ini jelaslah, nasionalisme senantiasa bertujuan pada pewujudan kemandirian, keadilan sosial dan kesejahteraan bersama (sosialisme Pancasila), Disini jiwa entrepreneur memperoleh landasan sikap kebangsaannya dalam membangun kemandirian (wirausaha).
Namun, kenyataannya Bangsa Indonesia di awal abad ke-21 ini masih dihadapkan pada persoalan krusial pada berbagai segi kehidupan baik sosial, budaya, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan. Tingkat kemiskinan dan pengangguran menunjukkan tren semakin tinggi seiring perkembangan dunia industri yang begitu didewakan sebagai soko guru pembangunan sepanjang Orde Baru hingga mulai merapuh. Padahal konsep pertahan semesta kini sudah meliputi matra sosial-ekonomi. Artinya persoalan kemiskinan dan pengangguran adalah bagian elemen dasar dalam membangun ketahanan dan pertahanan Negara. Beberapa negara maju, seperti Amerika, telah (lama) memodifikasi stategi politik internasionalnya yang mengintegrasikan persoalan ekonomi dan kesejahteraan dalam agenda-agenda yang mereka sebut civilisasi (pemberadaban). Rupanya ini merupakan kebijakan soft-power untuk memantapkan sebuah ideologi kapitalisme. Sementara kita masih berkutat dan bergelut dalam cara-cara (metode) dan kebijakan bagaimana mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat sembari berbaku bantam antar sesama hanya karena ego-primordial dan aliran politik. Masih belum terlihat agenda bersama untuk membangun kemandirian bangsa.
Banyak ahli berpendapat, bahwa sistem ekonomi kapitalis yang monopolistik yang telah menggurita di lndonesia sebagai penyebab utama terpuruknya kehidupan bangsa Indonesia dewasa rm. Meski pendapat ini bisa saja benar, juga bisa saja tidak benar sepenuhnya. Semua apa yang elialami bangsa kini, berpulang pada kebijakan dan langkah yang eliambil pemerintah. Apalagi kenyataan ini diperparah dengan konelisi begitu rapuhnya jiwa nasionalisme kita sebagai bangsa.
Sebenarnya sejak tahun 1970-an telah banyak kritik terhadap sistem ekonomi kapitalis, karena elipandang tidak mampu mensejahterakan umat manusia secara adil eli banyak negara berkembang; bahkan justru menciptakan keterbelakangan dan ketergantungan. Meskipun ada pengecualian seperti yang tetjadi di Korea Selatan, dikenal sebagai Negara Kaya Baru eli Asia akibat pengadopsian terhadap sistem kapitalisme elibanding saudaranya Korea Utara. Kondisi keterbelakangan antara lain merupakan produk historis hubungan negara kolonial dengan negara tetjajah, negara miskin dengan negara maju-selebihnya pertarungan ideologis antara faham Kapitalisme dan Komunisme/Sosialisme di masa lalu.
Nasionalisme dan Kemandirian Bangsa adalah penting bagi perjalanan Negara Indonesia dalam memastikan bahwa bangsa ini benar-benar merdeka. Sebagaimana nasionalisme Indonesia awalnya adalah respok atas kolonialisme dan segala bentuk turunan mutakhirnya (penindasan, perampasan hak: dan kekayaan bangsa, pemerpurukan sistemik, dan hegemoni politik-ekonomi). Nasionalisme Indonesia adalah "nasionalisme hybrid" yang menyatukan perbedaan ras, suku dan agama dimana justru nasionalisme di tanah kelahirannya berawal dari tribalisme primordialisme; Seperti Naziisme, Zionisme, dan lain-lain. ltu semua dalam bahasa Sukamo disebut nasionalisme kebablasan. Berkat nasionalisme hybrid ini, nasionalisme lndonesai selalu mencita- citakan dan bertujuan mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam sila ke-5 Pancasila. Sekali lagi dari sinilah akar kemandirian atau entrepreneurship Pancasila itu.
Setelah Indonesia merdeka setengah abad lebih, nasionalisme tetap diperlukan dalam rupa, bentuk dan sikap yang mutakhir sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pembangunan manusia/ bangsa Indonesia. Kaum professional Indonesia tetap memerlukan Nasionalisme, kamu muda juga tetap memerlukan nasionalisme di aras kehidupan masing-masing. Demikian juga kaum pekerja, ilmuwan, akademisi dengan bidang masing-masing, terutama wirausaha dengan strata karya dan kiprahnya masing-masmg memerlukan nasionalisme. Jika tidak, keidupan yang berkaitkelindan antara satu aspek dengan aspek lain, satu bidang dengan bidang yang lain, satu profesi dengan profesi yang lain tidak akan menciptakan keutuhan, kebersamaan, dan cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia, negara-bangsa merdeka berdaulat berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Harus diakui, dan diperhatikan dengan seksama, bahwa Indonesia mempakan daerah di belahan bumi yang memiliki wilayah sangat luas yaitu sekitar 587.000 km2, jarak dari barat ke timur lebih panjang dari pada jarak antara London dan Siberia. (Drake, C. Drake. 1989. National Integration in Indonesia: Patters and Policies. Honolulu: University of Hawaii Press.) Dengan potensi kewilayahan tersebut bangsa Indonesia juga dihadapankan pada persoalan yang tidak ringan dalam me.WUjudkan integrasi nasional sebagai bangsa yang merdeka. Wilayah itu merupakan kawasan kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau besar dan kecil yang dihuni oleh ratusan suku bangsa (Walcott, A.S., Java and her neighbors: A travele's note in Java Celebes, the Moluccas and Sumatra (1914), New York and London:
Knickerbocker Press).
Berdasar fakta aktual itu, kita sebagai bangsa besar hidup dalam satu wilayah yang luar biasa potensi alamnya, dan sekaligus besar pula tantangannya. Krisis multidimensi menggelayuti bangsa, sejak penegakkan keadilan hukum, pemberantasan tindak pidana korupsi, kemiskinan, angka pengangguran, dan dekadensi moral remaja. Dalam kehidupan ekonomi, berangsur-angsur kita sebagai bangsa tidak lagi memiliki kemandirian apalagi kedaulatan, sehingga perencanaan dan kebijakan pembangunan semesta tidak berlangsung otonom, mandiri dan berpihak pada mayoritas lemah (32,53 juta orang miskin, per Maret 2009: Data Strategsi BPS-2009.). Padahal kemandirian adalah kata lain sekaligus bentuk kongkrit dari kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para founding fathers dan pejuang revolusi kemerdekaan
1945 kita.
Tidak berlebihan jika kemudian disimpulkan bahwa nasionalisme dan kemandirian bangsa Indonesia dewasa ini sangat sangat diperlukan demi cita-cita kemerdekaan Indonesia. Pengurangan angka pengangguran mempakan bagian dari sikap nasionalisme yang dapat berefek balik: pada jiwa patriotisme itu sendiri dalam membangun kemandirian secara ekonomi, politik, dan budaya.