Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Nyepi dan Fenomena Alam Sebuah Refleksi
Bertepatan dengan Tahun Baru Waisaka (1 Saka 1938), umat Hindu di seluruh Indonesia akan merayakan Hari Raya Nyepi pada Pada 9 Maret 2016.
Upacara pembersihan alam ini juga dilanjutkan ke pura (rumah) masing-masing umat pada sebelah sore atau malamnya.
Dalam arakan ogoh-ogoh ini akan diikuti dengan bunyi gamelan yang kuat dengan maksud mengusir roh-roh jahat yang bersemayam di Bumi.
Selanjutnya pada 9 Maret 2016, umat Hindu seyogyanya melakukan catur brata penyepian, yaitu amati geni (tidak menyalakan api, lampu, memasak, atau singkatnya berpuasa), amati karya (tidak bekerja, menghentikan semua pekerjaan jasmani dan rohani), amati lelanguan (istirahat dari semua bentuk dan jenis hiburan, puasa bicara) dan amati lelungan (tidak bepergian, hanya berada di dalam pekarangan rumah).
Setelah brata penyepian selesai keesokan harinya, maka dilanjutkan dengan acara ngembak geni atau dharma santi dengan saling memaafkan.
Dari rangkaian pelaksanaan Hari Raya Nyepi di atas, secara individu, manusia diharapkan dapat mengevaluasi dirinya untuk tekad berjiwa bersih (jasmani dan rohani), dan akhirnya lebih produktif dalam membantu melaksanakan agenda pembangunan bangsa.
Ini menjadi sebuah tantangan, dan hal-hal berikut menjadi refleksi kita dalam melaksanakan kesempurnaan brata penyepian.
Dengan hasil teknologi canggih di tangan kita, apakah telah sadari bahwa menyalakan alat komunikasi seperti handphone atau mengaktifkan internet adalah amati karya?
Bisakah kita sehari saja tanpa internet dan tanpa HP? Selanjutnya perlu disadari juga bahwa kita hidup berdampingan dengan penganut agama lain di saat kita menjalankan brata.
Sikap saling menghormati dan bertoleransi harus terus dipupuk. Kita harus berusaha mengkondisikan keadaan sehingga pelaksanaan brata dapat berjalan sempurna.
Refleksi berikutnya adalah satu fakta yang jelas bahwa umat Hindu di Indonesia bukan saja berasal dari Bali dan mereka juga tidak tinggal di Bali.
Kondisi ini melahirkan keberagaman umat yang harus dikelola dengan baik.
Dalam kaitan dengan refleksi di luar kontrol individu, umat Hindu Bali di Indonesia diharapkan mulai mengurangkan sifat balisentris.
Sifat ini diyakini menghambat aktualisasi agama Hindu yang bersifat terbuka dan universal.
Selain itu, tatacara rumit atau pemikiran yang mengharuskan sesuatu itu perlu ada dalam sebuah upacara misalnya, ini perlu direformasi dengan menggunakan temuan-temuan baru oleh kemajuan ilmu dan teknologi terkini.