Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jangan Larang Anak Anda Mengkritik
Kebenaran tentang surga ada dibawah telapak kaki ibu tidak diragukan lagi kebenarannya. Idealnya, dalam segala praktek hidup anak harus mempertimbangk
Ditulis oleh : Ananta Damarjati, adalah Alumni Ponpes Kedunglo, Kediri
TRIBUNNERS - Kebenaran tentang surga ada dibawah telapak kaki ibu tidak diragukan lagi kebenarannya. Idealnya, dalam segala praktek hidup anak harus mempertimbangkan peran ibu sebagai bentukbakti kepadanya. Dan itupula salah satu anjuran agama yang tidak boleh disepelekan.
Satu lagi, budaya nenek moyang kita pun lekat dengan segala bentuk unggah-ungguh terhadap orang yang lebih tua.
Hipotesisnya, keragamaan nilai budaya itu kurang lebih substansinya sama, membentuk kepribadian anak yang patuh.
Masalahnya, dalil-dalil diatas kadang dipahami orangtua dengan aktualisasi yang overlegitimate.
Ya, terkadang dipakai pula sebagai jangkar untuk pembenaran dan dasar memberi larangan para orangtua terhadap anak, guna menghindari kesalahan prinsipil anak dalam hal etika dan moral.
Dalam arti lain, anak harus menurut.
Pun seolah-olah, saking overlegitimate-nya orangtua, posisi anak tidak pernah diuntungkan.
Tdak jarang kesalahan kecil dari anak disikapi dengan kemarahan berlebihan, sampai terkesan tidak ada celah bahkan untuk sekedar klarifikasi maksud dan tujuan mengapa anak sampai berbuat tidak sesuai kehendak orangtua.
Dengan asumsi itu, terbangunlah sebuah kebudayaan dalam keluarga yang menjadikan orangtua tak tersentuh dan tanpa bisa dikritik. Parents can do no wrong.
Terutama budaya Jawa, anak yang berani mengkritik orangtua cenderung sulit diterima secara kebudayaan.
Karena jika hal itu terjadi, penyampaian kritis ituterkesan tidak sesuai dengan sopan santun atau bertentangan dengan nilai religiositas yang dianut.
Orangtua dan budayanya tidak akan mempedulikan substansi dari sebuah kritik oleh anak.
Karena fokus permasalahan dialihkan sedemikian rupa menjadi masalah bentuk dan cara menyampaikankritik, yang sarat dengan sensitifitas norma dan nilai tadi.