Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ekonomi Islam Solusi Inflasi Jelang Ramadhan
Jelang Ramadhan yang tinggal menghitung hari, kondisi harga komoditas pangan yang fluktuatif menimbulkan keresahan sosial bagi warga, terutama masyara
Ditulis oleh : Murni Arpani, Aktivis MHTI Penajam Pasir Utara
TRIBUNNERS - Jelang Ramadhan yang tinggal menghitung hari, kondisi harga komoditas pangan yang fluktuatif menimbulkan keresahan sosial bagi warga, terutama masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah.
Pasalnya, hal ini terjadi setiap tahun pada semua komoditas pangan, seperti beras, daging ayam dan sapi, telur, sayur-mayur dan buah melambung tinggi.
Menelusuri jejak kenaikan harga jelang Ramadhan, inflasi Ramadhan selalu tinggi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir tak pernah di bawah 0,7%.
Mengingat hal tersebut, Presiden Jokowi ketar-ketir canangkan Ramadhan tahun ini tidak ada inflasi sebagaimana tahun sebelumnya.
Namun, langkah yang ditempuh pemerintah baru bertumpu pada peningkatan pasokan. Langkah menurunkan harga bahkan tidak tampak.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Kementan melakukan terobosan melalui kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI) yang memasok beras dari Gapoktan (Gabungan kelompok tani).
Selain itu, hadirnya Tim Ketersediaan Stabilitasi Harga di Kementrian Perdagangan yang dibentuk sesuai mandat Perpres nomor 71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bapokting) pada April lalu, diharapkan berjalan semestinya.
Sayangnya, Mendag pun belum menetapkan harga acuan (harga saat hari besar keagamaan, harga eceran tertinggi, dan harga subsidi) untuk sebagian atau seluruh bapokting. Tentu sejalan dengan itu, banyak pihak pesimis usaha ini berhasil menekan inflasi.
Kondisi krisis ini, sebenarnya merupakan konsekuensi diterapkannya sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di seluruh dunia termasuk pemerintah Indonesia.
Namun solusi yang diberikan pemerintah bukan menghentikan kebijakan-kebijakan ekonomi kapitalistik, malah semakin mengokohkan sistem ekonomi neoliberal.
Selama itu terus berlangsung, tingkat inflasi diperkirakan akan berada pada 5,0 persen.
Hanya sistem Ekonomi Islam dan tata kelola sesuai syariah yang mampu hentikan inflasi.
Menjelang Ramadhan, pasar memang membutuhkan tambahan supply (akibat naiknya jumlah permintaan sebesar 20%), tetapi yang menyebabkan inflasi adalah nilai tukar mata uang karena masih ada produk impor.
Termasuk adanya permainan harga karena gagalnya negara mengatasi penimbunan dan monopoli dan kampanye gaya hidup konsumtif.
Rusaknya tatanan ekonomi negara ini membutuhkan solusi yang fundamental. Islam yang merupakan agama sekaligus ideologi telah memberikan solusi yang sangat terang atas segala persoalan manusia termasuk dalam masalah standar mata uang.
Islam telah menetapkan bahwa mata uang yang wajib digunakan oleh negara adalah mata uang emas dan perak.
Emas dan perak memiliki keunikan dan nilai yang tinggi. Mata uang emas juga tidak dapat dimanipulasi dan dicetak seenaknya oleh pemerintah sebagaimana halnya mata uang kertas. Dengan demikian standar mata uang emas akan menghapus masalah inflasi yang selama ini ditimbulkan oleh mata uang kertas.
Standar emas juga akan mengurangi masalah perdangan internasional akibat ketidakstabilan kurs mata uang. Walhasil, mata uang emas akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih pesat dan stabil, baik di hari-hari biasa maupun menjelang Ramadhan dan hari raya.