Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Perang Reputasi

Benturan kapitalisme, tepatnya negative zero sum game (perilaku saling menihilkan) hingga kini masih terus berlanjut.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Perang Reputasi
TRIBUNNEWS/TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Ekonom, Ichsanuddin Noorsy 

Lembaga-lembaga yang menjual reputasi dan kredibilitas ke negara-negara emerging market (negara pinggiran, negara marjinal) ini, seperti kerbau dicucuk hidung.

Tak ada suara membantah, tidak juga menyetujui. Tentu saja, lembaga-lembaga multilateral itu berjuang
menengakkan prinsip-prinsip ekonomi terbuka di segenap sektor ekonomi.

Sementara kebijakan negaranegara industri justru menunjukkan kebijakan menutup diri untuk melindungi kepentingan nasional.

Saat yang sama, keterbukaan ekonomi yang sudah disepakati melalui kesepakatan-kesepakatan bilateral
dan multilateral sulit ditarik kembali.

Dalam lingkup pertarungan ekonomi AS versus RRC, saya menyebut hal ini sebagai kapitalisme korporasi melawan kapitalisme BUMN (negara). Itu wujud perang reputasi-kredibilitas pribadi dan kelompok melawan reputasi-kredibilitas negara.

Di bawah kepemimpinan Xi Jinping, RRC tidak berdiam diri.

Sejak mendeklarasikan diri melawan kebijakan neoliberal melalui pendirian New Development Bank (sebagai lawan Bank Dunia, IBRD), menolak pemakaian dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional, mendirikan Asean Infrastructure Investment Bank (lawan Bank Pembangunan Asia, ADB).

Berita Rekomendasi

RRC memperluas pengaruhnya melalui kerjasama sama perdagangan dan investasi, termasuk membangun jalur-jalur infrastruktur perdagangan untuk meningkatkan volume perdagangan.

Sekaligus menurunkan biaya dan mencegah penggunaan dolar AS serta mengirim ketenaga kerjaannya ke negara tujuan investasi .

Dalam prediksi  kalangan ekonom AS, RRC akan melampui posisi ekonomi AS pada tahun 2030. Di Asean, Malaysia siap menerima 20 milyar dolar AS untuk pembangunan infrastruktur kereta api dan moda transportai lain.

Demikian juga dengan Filipina, yang oleh Rodrigo Duterte dipandang sebagai penolong. “Only China
could help,” tegas Presiden Filipina Duterte yang giat memerangi narkoba dengan cara yang
kontroversial di mata Barat.

Di Indonesia, dengan memberi utang luar negeri sebesar 21,982 miliar dolar AS, RRC mengambil posisi negara investor ke tiga setelah Singapura dan Jepang.

Dalam perspektif sistem ekonomi politik Barat yang oleh Stiglitz dipandang telah gagal, maka pertarungan sesama kaum kapitalis (dalam basis individual atau komunal) telah melahirkan situasi perekonomian yang tidak pasti.

Immanuel Wallerstein menulis tentang sistem dunia yang sedang mencari bentuk baru. Belasan buku ekonomi politik yang terbit 2015-2016 merujuk situasi itu sebagai iklim ketidakpastian.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas