Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Diskriminatif, Ketentuan Pengetatan Remisi Bagi Koruptor Diuji Materikan
Pembatasan remisi bagi terpidana tindak pidana korupsi (Tipikor) dianggap tidak berasaskan kesamaan dihadapan hukum, atau equity before the law.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembatasan remisi bagi terpidana tindak pidana korupsi (Tipikor) dianggap tidak berasaskan kesamaan dihadapan hukum, atau equity before the law.
Pembatasan remisi tersebut juga dianggap tindakan diskriminatif, dengan membeda-bedakan tindak kejahatan.
Kuasa hukum Muhammad Rullyandi mencontohkan kasus pemerkosaan dan pembunuhan anak dibawah umur yang divonis 20 tahun penjara, mendapatkan pengurangan masa hukuman menjadi 9 tahun penjara. Karena telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan remisi.
“Lalu bagaimana dengan koruptor yang nurut, berkelakuan baik? mengapa mereka tidak bisa mendapatkan remisi?” ujar Rullyandi di Jakarta, Selasa, (12/9/2017).
Sebelumnya, Muhammad Rullyandi mewakili lima terpidana kasus korupsi yang melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi tentang ketentuan remisi. Ketentuan itu diatur pada Pasal 14 Ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Rullyandi mewakili Pemohon dalam perkara uji materi ini dintaranya adalah mantan menteri agama Suryadharma Ali, advokat Otto Cornelis Kaligis, mantan ketua DPD Irman Gusman, mantan gubernur Papua Periode 2009-2014 Barnabas Suebu, dan mantan sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno.
DIa menambahkan, dalam UU Pemasyarakatan terdapat nilai-nilai Pancasila, kepastian hukum, dan antidiskriminasi serta menjangkau perubahan sosial termasuk sistem kepenjaraan.
Dengan demikian para pemohon berpendapat bahwa Pancasila menjadi pelindung segenap bangsa, di mana di dalamnya terdapat nilai-nilai HAM.
"Kami meyakini bahwa hak kodrat terhadap narapidana yang merupakan terpidana yang semua telah mendapat vonis serta memenuhi the standard minimum rules for the treatment of prisoner, maka hak remisi tersebut adalah universal," imbuh dia.
Rullyandi dalam uraiannya menyebutkan bahwa keberadaan Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan adalah multitafsir. Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan menyatakan, "Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)."
“Dalam petitum, kami meminta MK untuk menyatakan Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan bertentangan dengan UUD 1945,” katanya.