Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Wiranto Dan Sejarah Pembunuhan Para Khalifah

Siapa pembunuh Khalifah Utsman bin Affan ra? Dialah Abdullah bin Saba’, seseorang yang dulunya beragama Yahudi

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Wiranto Dan Sejarah Pembunuhan Para Khalifah
Istimewa
KH. Imam Jazuli lc. MA bersama Syekh Mohammad al Basyouni dari Universitas al Azhar Mesir ketika beliau berkunjung ke Pesantren Bina Insan Mulia. 

Jangankan hanya orang sekecil seperti Wiranto. Para khalifah sekaliber Umar, Usman dan Ali saja dibantai habis. Sebenarnya, para teroris ini tidak ingin menegakkan khilafah, tidak bertujuan menciptakan negeri yang penuh keadilan, makmur dan sejahtera. Tetapi, memang watak mereka sejak jaman khalafaurrasyidin adalah watak vampir yang haus darah. Itu saja, tidak lebih.

Seorang khalifah (baca: Umar, Usman, Ali), termasuk presiden dan menteri, halal dibunuh menurut kelompok muslim ini. Inilah bahaya kaum teroris berkedok Islam. Misal, Abdurrabbih al-Kabir dan mayoritas Khawarij sepakat bahwa Ali bin Abi Thalin telah kafir. Kelompok al-Aroziqah, sempalan Khawarij, malah lebih ekstrim.

Mereka menyebut, negara di bawah kepemimpinan Ali adalah Daru Kufrin (Negara Kafir). Bukan hanya Ali, tetapi Abu Musa wakil kubu Ali dan Amr hin Ash wakil Kubu Muawiyah juga kafir. Siapapun di negeri kafir, termasuk anak-anak kecil boleh dibunuh (Abul Hasan al-Asyari, Maqalat Islamiyyin, juz 1, Beirut: Maktabah Ashriyah, 1990, h. 170).

Penulis tidak heran apabila ada kelompok muslim yang menganggap Indonesia adalah Daru Kufrin (negara kafir), Pancasila sebagai ideologi thoghut. Jangankan hanya Pancasila, NKRI, UUD '45, Era Khalifah Ar-Rasyidah saja dituduh negara kafir. Lantas, bagaimana jika kita melihat dari sudut pandang dan sikap yang mesti dilakukan oleh pemerintah, khususnya dalam menyikapi teroris muslim yang haus darah ini?

Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq memutuskan memerangi umat muslim yang menolak membayar zakat. Sebab, zakat pada waktu itu adalah simbol ketaatan rakyat pada negara. Pada mulanya, Umar bin Khattab menolak keputusan Khalifah Abu Bakar. Setelah mempertimbangkan baik-buruknya, Umar pun ikut setuju berperang bersama Abu Bakar melawan umat muslim yang melawan negara.

Spirit melawan umat muslim yang makar terhadap negara berulang lagi. Pada Perang Shiffin di Daumatul Jandal, jawaban Islam pada era khalafaurrasyidin dalam menyikapi pihak-pihak yang menyerang kekuasaan sah sangatlah jelas. Khalifah Ali bin Abi Thalib memutuskan untuk memerangi kubu pemberontak, Muawiyah bin Abi Sufyon. Tidak saja seorang muslim taat, Muawiyah sedang memperjuang nilai yang dia sebut sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia berupa pelenyapan nyawa khalifah Usman bin Affan. Tetapi, khalifah Ali tahu bahwa itu makar. Tanpa rasa segan, Ali menurunkan pasukan untuk memerangi komplotan umat muslim yang dipimpin Muawiyah bin Abi Sofyan.

*Penulis adalah Alumnus Universitas al-Azhar, Mesir; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

Berita Rekomendasi
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas