Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Demokrasi Gotong Royong Indonesia

Demokrasi kekeluargaan itu dipraktekkan oleh Prabowo dengan masuk ke dalam Kabinet Indonesia Kerja jilid-2.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Demokrasi Gotong Royong Indonesia
Instagram @puanmaharaniri
Pose bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Menhan Prabowo Subianto dan Ketua DPR RI Puan Maharani. 

Demokrasi Gotong Royong Ala Indonesia

Oleh: Dr Osbin Samosir, M.Si
(Pengajar Ilmu Politik FISIPOL Universitas Kristen Indonesia, Cawang-Jakarta)


„Gotong-rojong” adalah faham jang dinamis, lebih dinamis dari „kekeluargaan”, saudara-saudara! …”

=== Sukarno dalam Rapat BPUPKI 1 Juni 1945 ===

Masuknya Prabowo Subianto (Ketua Umum Partai Gerindara) ke dalam kabinet Kerja Indonesia Jilid II membuktikan bahwa postur demokrasi kita bukanlah demokrasi seperti dipahami di Barat dan Amerika sebagai model demokrasi modern saat ini.

Demokrasi Barat dan Amerika merupakan perkembangan dari liberalisme yang tumbuh sejak akhir abad ke -19.

Format demokrasi Indonesia yang digagas oleh Bapak Pendiri Bangsa (founding fathers) adalah demokrasi Gotong Royong. Bagaimana kedua demokrasi ini bisa dipahami?

Prabowo Subianto telah menyemarakkan peta politik Indonesia sejak Pilpres 2014 dan berlanjut di Pilpres 2019.

Berita Rekomendasi

Pilpres 2014 dan 2019 antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto menguras sangat banyak energi oleh emosionalitas primordial dan isu-isu identitas.

Sisa-sisa pergolakan politik identitas sangat terasa hingga masyarakat paling bawah.

Tidak jarang terjadi keretakan hubungan keluarga, putusnya hubungan persaudaraan dan pertemanan oleh pembelahan isu-isu identitas.

Demokrasi Liberal

Dalam paham sangat sederhana, demokrasi liberal meletakkan pihak yang kalah sebagai oposisi sebagai penyeimbang terhadap semua kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang berkuasa (the ruling party).

Adam Smith tokoh demokrasi liberalisme klasik mengusung issu "Laissez faire et laissez passer" meletakkan kebebasan setiap individu menentukan pilihannya sebagai yang paling hakiki.

Demokrasi liberal sangat menghormati martabat setiap individu berwenang penuh melaksanakan yang terbaik bagi dirinya sesuai karunia talentanya.

Negara tidak perlu terlalu banyak campur tangan karena individu yang bersangkutan paling paham apa yang perlu untuk dirinya.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas