Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Reputasi Sukmawati Soekarnoputri dan Image Restoration Theory
Bagus juga menyimak dari sisi strategi public relations, manajemen reputasi, dan upaya-upaya pemulihan citra seperti apa yang dilakukan Sukmawati
Editor: Malvyandie Haryadi
Menarik bagi saya adalah untuk memotret peristiwa ini dari kacamata komunikasi secara makro. Bagus juga menyimak dari sisi strategi public relations, manajemen reputasi, dan upaya-upaya pemulihan citra seperti apa yang dilakukan Sukmawati (dan timnya) ke depannya.
IMAGE RESTORATON THEORY
Prof. William Benoit yang membuat Image Restoration Theory atau teori pemulihan citra menyebutkan bahwa semua orang memiliki keinginan untuk namanya selalu baik, reputasinya harum, dan citranya bagus. Meskipun orang itu melakukan kesalahan yang membuatnya buruk citra.
Itulah sebabnya Benoit menganalisa berbagai cara dan kebiasaan personal atau korporasi dalam menghadapi krisis komunikasi, memburuknya reputasi, dan kerusakan citra dalam teori pemulihan citra.
Dalam pandangan saya, disadari atau tidak sebenarnya Sukmawati (dan timnya) juga sudah melakukan sebagian upaya reputation recovery sesuai prinsip-prinsip image restoration theory (yang memiliki 5 prinsip strategi, dengan beragam implementasi).
Misalnya, Strategi Denial. Strategi seperti ini seringkali kita lihat dan baca di berbagai kasus komunikasi, yaitu melakukan penyangkalan (simple denial). Tetapi selain menyangkal, ada juga mengalihkan kesalahan terhadap orang lain (shifting the blame).
Nah, dalam hal ini Sukmawati terlihat sudah menerapkan strategi ini, terekam dari statemennya di media yang menyebut video yang tersebar di media sosial telah diedit, bukan sepenuhnya seperti yang dia sampaikan. "Saya tidak membandingkan, dan tidak ada kata jasa," ucap Sukmawati.
Juga Strategi Evading of Responsibility. Strategi ini dilakukan dengan cara pengurangan tanggungjawab atas tindakannya, dengan demikian maka konsekuensi tindakannya (kesalahan) tersebut juga berkurang.
Salah satu strategi evading of responsibility ini diimplementasikan dengan langkah good Intention (pengakuan bahwa semuanya berawal dari niat yang baik, sama sekali tidak ada maksud untuk membuat kesalahan)
Seperti diberitakan setelah viral, Sukmawati menegaskan tidak ada maksud untuk menghina Nabi Muhammad atau membandingkannya dengan Sang Proklamator. Tujuannya bertanya soal itu, ingin mengetahui apakah generasi muda paham dengan sejarah Indonesia atau tidak.
"Ya bertanya, saya ingin tahu jawabannya seperti apa, fakta sejarahnya, pada ngerti enggak sejarah Indonesia? Terus dijawab mahasiswa itu: Sukarno,” ujar Sukma, saat dihubungi media, Jumat, 15 November 2019.
Begitulah upaya Sukmawati yang kini sedang berjuang untuk melakukan restorasi citra dengan berbagai klarifikasi yang dilakukannya maupun yang dilakukan oleh tim hore dan opinion leadernya.
Sebenarnya dalam pandangan saya ada satu lagi strategi restorasi citra yang sangat penting yang bisa direkomendasikan yang kemungkinan bisa mengatasi masalah komunikasi ini, yaitu Strategi Mortification.
Strategi Mortifikation disebut Benoit paling akhir dalam Image Restoration Theory. Strategi ini dinilai sangat elegan, karena mengakui kesalahan, dan dengan jelas meminta pengampunan atas kesalahan tindakan yang sudah dilakukan.