Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dinasti Politik, Salahkah?
Putri Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Siti Nur Azizah, mencalonkan diri sebagai Walikota Tangerang Selatan, Banten.
Editor: Hasanudin Aco
Kalau bukan putranya Surya Paloh, pengusaha yang juga Ketua Umum Partai Nasdem, mungkinkah dengan mudah Prananda Paloh terpilih menjadi anggota DPR RI?
Soal dinasti politik, secara yuridis memang tak ada yang salah. Tapi kalau Presiden Jokowi ingin berbeda dengan elite politik lain seperti Megawati, SBY, Amien Rais, atau Surya Paloh, hendaknya ia mengurungkan niat anak dan menantunya yang maju sebagai calon walikota.
Begitu pun Wapres Mar’uf Amin, hendaknya mengurungkan niat putrinya yang maju sebagai calon walikota Tangsel.Tapi ini hanya soal etika dan fatsoen politik saja. Soal yuridis, tak ada yang salah.
Di sisi lain, sistem politik yang dianut Indonesia saat ini juga menumbuhsuburkan praktik korupsi, baik di eksekutif maupun legislatif. Ceritanya, supaya terpilih dalam pemilu maka sang calon menebar money politics.
Begitu terpilih, yang pertama kali muncul dalam benak mereka adalah bagaimana agar bisa balik modal. Setelah balik modal, mereka berpikir lagi bagaimana mencari modal baru agar terpilih kembali di pemilu berikutnya.
Maka segala cara pun dihalalkan, termasuk korupsi dengan berbagai modus operandi, dan yang baru saja terungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah ada seorang kepala daerah menyembunyikan uang Rp 50 miliar di meja judi kasino di luar negeri.
Sejak pilkada langsung digelar pada 2004 hingga kini, sekitar 375 kepala daerah dan wakil kepala daerah terjerat korupsi. Lebih dari 100 anggota DPR RI dan lebih dari 3.600 anggota DPRD terjerat korupsi. Ini terjadi karena politik identik dengan uang.
Pertanyaannya kini, korupsi yang melanggengkan kekuasaan (dinasti politik) atau kekuasaan yang melanggengkan korupsi? Keduanya mungkin bertali-temali, ibarat pertanyaan lebih dulu mana ada antara telur dan ayam, dan itu berakar pada adagium Lord Acton (1834-1902),
“The power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, kekuasaan yang absolut akan absolut pula korupsinya). Nah!
Dr Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota DPR RI/Chief Executive Officer (CEO) Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.