Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Omnibus Law dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Prespektif Negara Hukum Indonesia
Penerapan Omnibus law di Indonesia merupakan terobosan baru, karena konsep seperti ini belum pernah diterapkan di Indonesia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Omnibus Law termasuk hal yang baru di Indonesia walaupun negara-negara lain telah menerapkan seperti Amerika Serikat (The Omnibus Actof June 1868, The Omnibus Actof February 22,1889), Kanada (Criminal Law Amandment Act, 1968-69), Philipine (Tobacco Regulation Act of 2003) dan 39 negara yang mengadopsi Omnibus Law dalam hal perlindungan data personal yang dirilis seperti Argentina, Australia, Austria, Belgium, Canada, Chile, Czech Republic, Denmark, Estonia, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Israel, Italy, Japan, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta ,The Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Romania , Russia, Slovak Republic, Slovenia, Spain, Sweden, Switzerland, Taiwan, Thailand, dan United Kingdom.
Meski Indonesia menganut sistem hukum civil law, sementara omnibus law lahir dari tradisi sistem hukum common law, namun dalam dunia digital ecosystem dan global governance, tidak ada salahnya Indonesia menerobos ruang batas ini.
Filipina telah mulai mereformasi hukum dalam konteks investasi dengan menerbitkan The Omnibus Investment Code.
Selanjutnya, Vietnam mempelajari teknik pembuatan omnibus law, sebagai bagian dari reformasi regulasi yang dilakukannya.
Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaats) bukan negara kekuasaan (Machtsstaat).
Pada negara yang menjunjung tinggi hukum memiliki tujuan hukum antara lain ketertiban, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.
Karenanya Konstitusi memiliki kedudukan penting dalam penyelenggaraan negara hukum.
Menurut Aristoteles, pada intinya konstitusi adalah dasar hukum dari segala hukum daripada penguasa. Sehingga konstitusi menjadi pondasi dasar suatu negara.
Salah satu persoalan yang dialami oleh bangsa Indonesia adalah permasalahan regulasi terkait dengan disharmoni peraturan perundang-undangan yang berakibat antara lain:
Munculnya ketidakpastian hukum, Pelaksanaan peraturan perundangundangan menjadi tidak efektif dan efisien, Terjadinya perbedaan interpretasi terhadap suatu peraturan perundangundangan, Hukum sebagai pedoman masyarakat dan pemerintah menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sehinggga proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik akan mempengaruhi penegakan hukum.
Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor penegakan hukum antara lain: Faktor substansi hukum, Faktor penegak hukum, Faktor sarana prasarana dan fasilitas, Faktor masyarakat, Faktor kebudayaan.
Yang keseluruhannya merupakan pengembangan dari pendapat Lawrence M. Friedman dengan teorinya Sistem Hukum (Legal System) yang terdiri: Substansi hukum (legal substance), Struktur hukum (legal structure), Budaya hukum (legal culture).
Oleh karena Undang-Undang Omnibus Law bisa mengarah sebagai Undang-Undang Payung (umbrella act), karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain, sehingga Persoalan yang muncul bila Undang-undang Omnibus Law dikaji dari perspektif teori peraturan perundang-undangan mengenai kedudukannya, sehingga baiknya diberikan legitimasi dalam Undang-undang No 12 Tahun 2102, sebagaimana telah diubah dengan UU No 15 Tahun 2019 tentang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.