Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
BPJS dan Kutukan Sisifus
MA melihat ada ketidaksesuaian Perpres No 75 Tahun 2019 tersebut dengan beberapa undang-undang, termasuk Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Editor: Hasanudin Aco
Kini, KPCDI berencana kembali mengajukan juducial review atas Perpres No 64/2020.
Akankah MA kembali menganulir kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dilakukan Presiden Jokowi kali ini?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, Jokowi melakukan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu secara diam-diam, tanpa didahului wacana atau pengumuman.
Kenaikan dilakukan di tengah terpuruknya ekonomi rakyat akibat pukulan pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19.
Mungkinkah Jokowi secara diam-diam pula telah mencuri rahasia para dewa (rakyat), sehingga ia akan kembali dikutuk melalui keputusan MA yang akan membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, bila MA konsisten dengan dalil-dalil hukumnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan kali ini pun akan kembali dibatalkan MA.
Lalu, apa alasan MA waktu itu membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan mengabulkan judicial review KPCDI?
Dalam pertimbangannya, MA melihat ada ketidaksesuaian Perpres No 75 Tahun 2019 tersebut dengan beberapa undang-undang, termasuk Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Jadi, bila nanti MA kembali membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, sudah ada yurisprudensinya.
Apalagi secara faktual rakyat Indonesia, terutama rakyat miskin yang merupakan peserta mayoritas BPJS Kesehatan, saat ini sedang terpuruk ekonominya akibat pandemi Covid-19.
Bila demikian, mengapa Presiden Jokowi mengambil langkah yang akan sia-sia belaka?
Bukan hanya sia-sia, kebijakan Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan juga bertentangan dengan putusan MA yang bersifat final dan mengikat (final and binding) terhadap semua orang, termasuk Presiden.
Mengutip pendapat pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, langkah Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan bertentangan dengan putusan MA.
Langkah itu dapat disebut sebagai pengabaian terhadap hukum atau "disobedience of law".