Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Gus Mis, Intelektual Muda NU Garda Depan Pembela Minoritas

Gus Mis adalah seorang penulis produktif kelahiran Sumenep, Madura, 1977, juga figur Azhariyyin yang kontroversial dan unik.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Gus Mis, Intelektual Muda NU Garda Depan Pembela Minoritas
Tribunnews.com/Y Gustaman
Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU), Zuhairi Misrawi, saat mengunjungi kantor Tribunnews.com, Jakarta, Kamis (9/7/2015). 

Gus Mis, Intelektual Muda NU Garda Depan Pembela Minoritas

Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*

TRIBUNNEWS.COM - Zuhairi Misrawi, Lc atau Gus Mis bukan saja intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU), melainkan juga representasi kaum muda pembela kelompok minoritas di Indonesia.

Ia adalah seorang penulis produktif kelahiran Sumenep, Madura, 1977, juga figur Azhariyyin yang kontroversial dan unik.

Kiprahnya tidak saja di Lembaga Kajian dan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU, tapi juga sebagai direktur Moderat Muslim Society dan ketua PP Baitul Muslimin PDIP

Gagasan besar Gus Mis yang patut diapresiasi adalah "Islam Ramah". Tanpa ada dukungan dari ormas besar mana pun, ia mengelola website www.islamramah.co, yang belakangan merambah beberapa media sosial lain seperti youtube Islam Ramah TV.

Gerakan digital ini semuanya berlandaskan pada spirit Islam yang ramah, toleran dan moderat.

Berita Rekomendasi

Di Indonesia, kelompok Syi'ah selalu jadi bulan-bulanan muslim radikal. Opini paling ekstrim menyebut Syiah sebagai aliran sesat/non muslim.

Dalam konteks politik intelektualisme semacam ini, Gus Mis tampil di garda terdepan, melakukan advokasi pemikiran dalam kerangka kerja Islam Ramah.

Tidak jarang jika dalam banyak ceramah ilmiahnya, Gus Mis mencari titik temu antara Nahdlatul Ulama dan Syi'ah.

Bukan untuk menyepadankan NU dan Syiah, tetapi sebagai intellectual-war (perang pemikiran) agar wacana keberagamaan di Indonesia menampilkan wajah Islam Ramah.

Tahun 2016, Gus Mis pergi ke Mesir untuk berjumpa dengan Imam Besar Al-Azhar, Grand Syeikh Ahmad Thayyib, untuk menyerahkan buku karyanya tentang Al-Azhar.

Dari perjumpaan pribadi itu, Gus Mis kemudian mengutip kata-kata Grand Syeikh, "umat muslim harus bersaudara.

Menjadi Sunni dan Syiah bukan sebuah kesalahan."Gus Mis berteman dengan penulis sudah sejak lama.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas