Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Leluhur Manusia Itu Sama, Migrasi dan Adaptasinya Menimbulkan Keanekaragaman

Populasi Mongoloid adalah populasi yang paling tahan terhadap MSG (vetzin, micin) yang menghadirkan rasa gurih atau umami dalam hidangan.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Leluhur Manusia Itu Sama, Migrasi dan Adaptasinya Menimbulkan Keanekaragaman
KOLEKSI PRIBADI
RA SURYANTO, Biopaleoantropolog FK UGM 

Fasies jongkok ini hanya dimiliki oleh ras Mongoloid dan Australomelanesoid. Oleh karena itu populasi ini bisa kuat duduk jongkok atau bersila.

Bagaimana ras lain, khususnya populasi Kaukasoid? Mereka lah yang tidak kuat jangkok, Bahkan mereka bisa terjengkang jika dipaksa melakukannya.

Beberapa penyakit juga bisa muncul pada populasi ras tertentu. Kanker nasoparinx hanya dijumpai pada populasi Mongoloid.

RA Suriyanto di Tokyo
Ahli biopaleoantropologi FKKM UGM, Rusyad Adi Suriyanto saat kunjungan kerja ke sebuah universitas di Tokyo, Jepang

Populasi Mongoloid adalah populasi yang paling tahan terhadap MSG (vitcin, micin) yang menghadirkan rasa gurih atau umami dalam hidangan.

Di sini kita bisa maklumi bahwa raksasa industri MSG ada di kawasan Asia Timur dan Tenggara, sebut saja Ajinomoto, Miwon, Sasa, dan seterusnya.

Populasi Kaukasoid paling tidak tahan tehadap MSG itu. Acapkali jika populasi Kaukasoid (misalkan orang Eropa) memakan menu Asia (Oriental) akan merasakan pusing-pusing dan mual-mual sebagai reaksi atas menu yang dimakannya itu.

Kondisi itu dikenal sebagai “sindroma restauran Cina”. Di sisi lain, secara umum, populasi Mongoloid relatif intoleran terhadap laktose.

Berita Rekomendasi

Apa sebenarnya ras itu? Ras adalah subspesies. Jadi klasifikasi taksonomis yang terbawah. Secara sederhana dari genus, lalu ke spesies, berikut subspesies.

Di sini merujuk kepada variasi di antara populasi. Untuk manusia masuk dalam genus Homo, spesies Homo sapiens, subspesies Homo sapiens sapiens.

Secara umum, manusia terbagi dalam lima ras pokok, yakni Mongoloid, Kaukasoid, Negroid, Australomelanesoid, dan Khoisanid.

Tentu saja variasi itu bisa makin beragam karena ras itu cuma subspesies; di mana mereka yang berada dalam satu spesies bisa saling kawin dan menghasilkan generasi baru yang subur.

Bahkan seorang antropolog biologis terkenal pernah berujar: ”Di mana ada sekumpulan manusia dari mana pun berasal, maka mereka bisa saling berjodoh dan menghasilkan generasi baru yang subur. Bahkan boleh jadi sepertiga penduduk (manusia) bumi ini adalah hibrid, yakni hasil kawin-mawin dari beragam ras.”

Dalam identifikasi forensik atau paleoantropologis, secara ideal, kita akan banyak terhambat untuk memastikan ras korban atau temuan manusia purba dan kuno, tanpa kehadiran kepala atau tengkoraknya.

Baca: Menjadi Detektif Feses Hewan Prasejarah dari Situs Sangiran

Sekedar contoh dalam kasus forensik, misalkan kita hanya menemukan potongan paha atau lengan korban dalam kasus ledakan bom atau kecelakaan pesawat, lalu kita identifikasi rasnya berdasarkan warna kulitnya.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas