Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ketika Senandung Salawat dan Yatiman Bergema di Jantung Nahdliyin
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan setiap kegiatan yang dilakukan jajarannya diawali dengan yatiman dan salawat Nabi.
Editor: Hasanudin Aco
“Alhamdulillah, semua berdampak positif terhadap percepatan pemulihan ekonomi dan penurunan kemiskinan,” katanya.
Program intervensi Jatim Puspa (Pemberdayaan Usaha Perempuan), misalnya, Khofifah mengalokasikan anggaran Rp 15,606 miliar untuk stimulan modal usaha produktif senilai Rp 2,5 juta per keluarga penerima manfaat.
Program tersebut menjangkau 5.294 KPM di 175 Desa pada 30 kabupaten/kota se-Jatim.
Sedangkan, Desa Berdaya diberikan sebagai reward kepada desa yang telah mampu meningkatkan kapasitasnya menjadi Desa Mandiri. Masing-masing Desa Mandiri mendapatkan reward sebesar Rp 100 juta untuk 151 Desa Mandiri di 24 kabupaten dan Kota Batu.
Khofifah bercerita dirinya pernah bertemu tokoh kharismatik Sufi Muslim Lebanon-Amerika, Syaikh Muhammad Hisham al-Kabbani. Sang Guru Sufi itu mengatakan bahwa sangat mudah menemukan surga karena di Indonesia mudah mengumpulkan jamaiyah untuk bersholawat dan Istiqomah dengan jumlah jamaah yang luar biasa.
Khofifah Indar Parawansa memang politikus mumpuni. Perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 ini menghabiskan masa kecilnya di Surabaya.
Saat mahasiswi dia mengambil dua jurusan yang berbeda di dua perguruan tinggi.
Khofifah belajar politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga dan secara bersamaan belajar ilmu komunikasi dan agama di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya.
Karier politiknya dimulai saat berusia 27 tahun menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1992-1997.
Pada pemilu berikutnya, 1997, ia terpilih kembali menjadi anggota DPR.
Pada periode ini, Khofifah hanya bertahan dua tahun. Karena pada waktu itu, tahun 1998, terjadi peralihan rezim Orde Baru ke Era Reformasi.
Pemilu digelar kembali pada tahun 1999, pemilu pertama di Era Reformasi. Kali ini Khofifah berpindah partai ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai bentukan KH Abdurrahman Wahid.
Khofifah terpilih sebagai anggota dewan, tetapi dia tidak lama bertugas di sana. Pada tahun 1999, dia diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan oleh Presiden terpilih Abdurrahman Wahid pada kabinet Persatuan Indonesia.
Nasib Khofifah menjadi menteri juga tidak bertahan lama, hanya dua tahun, seiring jatuhnya Presiden Abdurrahman Wahid untuk periode 1999-2001. Presiden baru Megawati tidak memasukkan Khofifah sebagai menterinya dalam Kabinet Gotong Royong periode 2001-2004.