Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pentingnya Kekuasaan Politik di Tangan Santri dan Saatnya Kiai dan Pesantren Berpolitik

Tak bisa dipungkiri oleh Indonesia bahwa santri atau pesantren punya saham besar terhadap kemerdekaan Indonesia.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Pentingnya Kekuasaan Politik di Tangan Santri dan Saatnya Kiai dan Pesantren Berpolitik
Pesantren Bina Insan Mulia.
KH. Imam Jazuli 

Panji reformasi yang kita angkat tinggi-tinggi, ternyata banyak agendanya yang ditunggangi oleh liberalisme dan kapitalisme. Dua saudara sekandung ini bekerja sama untuk menciptakan kemadharatan di Nusantara demi mengeruk untung. Sayangnya, itu tidak terantisipasi dari awal oleh para pemimpin kita.

Melalui demokrasi politik, kapitalisme dan liberalisme menyelundupkan amunisi serangannya lalu hasilnya adalah politik dagang sapi. Kekuasaan dibeli dengan uang. Rakyat pun disuap melalui cara yang sistematis dengan memanfaatkan kemiskinan, kebodohan, dan ketidakpedulian. Dan kekuasaan politik pun akhirnya berhasil digenggam.

Dengan kekuasaan politik di tangan, maka sekelompok orang yang sedikit jumlahnya dapat menentukan haluan pendidikan, ekonomi, hukum, partai, kehidupan social agama, pupuk, listrik, beasiswa, dan segalanya. Telunjuk orang yang telah memegang kekuasaan politik itu nilainya mahal. Bisa senilai jutaan orang dalam satu negara, satu provinsi, atau satu kabupaten.

Suka atau tidak suka, karena kita hidup dalam satu sistem negara maka yang menentukan hidup kita di wilayah sosial bukan kita tetapi sistem. Dan sistem itu siapa yang membuat? Sudah pasti pembuatnya adalah orang-orang yang berhasil merebut kekuasaan politik. “Yang menanglah yang mengatur,” begitulah rumus permainannya.

Sekadar bahan renungan. Jumlah umat Yahudi di seluruh dunia menurut catatan Atlas of The World"s Religions hanya 15.050.000. Tidak ada apa-apanya dengan jumlah umat Islam yang mau mendekati dua miliar.

Tapi, seperti yang kita saksikan hari ini, umat Yahudi memimpin dunia melalui tangan-tangan mereka di negara-negara besar. Merekalah penentu permainan. Kenapa? Mahathir Muhammad menyerukan umat Islam menggunakan strategi, ilmu, dan kerja keras.

Belakangan, banyak yang mengendus kedatangan famili dari liberalisme dan kapitalisme barat yaitu sosialisme dan komunisme. Melalui jalur-jalur ekonomi rente, mereka masuk dengan mulus. Kenapa bisa mulus? Jawabannya sama: kekuasaan politik yang telah direbut oleh saudaranya.

Apa tujuannya? Soal inti tujuan sama: bagi-bagi kue penjajahan, kue hegemoni, kue koloni.

Berita Rekomendasi

Naluri untuk menancapkan cakar penjajahan dimiliki oleh makhluk hidup dan itu eksis sampai Kiamat. Bangsa ingin menjajah bangsa lain. Kelompok ingin menjajah kelompok lain. Seseorang ingin mengungguli orang lain. Mirip seperti kehidupan binatang buas antara singa, hayna, macan tutul, kera, dan seterusnya.

Seperti dijelaskan Imam Ghazali dalam Ihya’ bahwa pada diri manusia itu terdapat potensi terbentuknya sifat binatang buas, binatang liar, setan, dan malaikat/ilahiyah. Tanpa agama dan pendidikan, maka dipastikan yang paling menonjol adalah tiga potensinya yang merusak.

Watak binatang buas adalah menjajah, mencaplok, atau merusakan yang lain. Watak binatang liar antara lain tidak mau peduli dengan kepentingan orang banyak, yang penting urusan perut dan kelamin. Watak setan antara lain menggoda, menjerumuskan, atau menipu. Watak malaikat antara lain pro pada kebaikan, mau menjalankan kebaikan, dan berkomitmen pada nilai-nilai ketuhanan.

Dengan kata lain, manusia punya potensi destruktif (merusak) dan juga konstruktif (membangun). Karena itulah Allah SWT menurunkan agama, ilmu, dan kekuasaan untuk mengerem yang kuat, mengatur hubungan antara yang kuat dan yang lemah, dan melindungi yang lemah.

Terhadap kekuasaan, Khalifah Ali bin Abu Thalib pernah menyampaikan, seperti dikutip dalam Adabud Dun-ya wad Din, bahwa kekuasaan itu diturunkan oleh Allah kepada sebagian manusia agar digunakan untuk melindungi yang lemah.

Masalah yang muncul dalam praktik adalah bagaimana jika kekuasaan itu berada di tangan orang yang jauh dari cahaya agama? Akankah digunakan untuk melindungi yang lemah dan mengerem atau menghalau yang kuat agar tidak semena-mena? Di sinilah pentingnya kekuasaan politik untuk para santri.

Dengan kekuasaan politik maka dakwah menjadi powerful. Nabi SAW pernah menyuruh setiap kita agar menolong yang dizalimi dan yang menzalimi. Menolong orang yang terzalimi sudah jamah dipahami. Tapi bagaimana menolong orang-orang zalim agar berhenti? Kekuatan yang paling kokoh adalah kekuasaan politik

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas