Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kisah Insipiratif Kopi Kapal Api: karena 'Gila' Akhirnya Bisa Mendunia
Ternyata di balik kesuksesan kopi kapal api ada sosok yang nekad dan "gila", seorang mantan supir bemo.
Editor: Malvyandie Haryadi
“Tahun 1982 saya beranikan diri untuk mendatangkan mesin roasting kopi dari Jerman. Harga mesin setipe, kalau produk lokal Rp 1,7 juta, sedangkan mesin Jerman saya beli seharga Rp 137 juta…. Wah… saya banyak diprotes orang, termasuk oleh orang tua saya,” kata Soedomo sambil tertawa.
Para tetangga sampai bilang begini ke orang tua Soedomo, “Anakmu yang satu ini memang arek sempel. Hati-hati lho, nanti bisa bangkrut.”
Di Surabaya, lazim orang menyebut kata “arek sempel” untuk menyebut kegilaan seseorang. Tapi makna kata itu bukan sakit jiwa, cenderung ke makna “nekat”.
Capek mendengar ocehan tetangga dan kekhawatiran orang tua, Soedomo lalu menenangkan dengan kalimat singkat, “Sudahlah… jangan dengerin encik-encik itu.”
Soedomo sudah punya perhitungan matang.
Dengan mendatangkan mesin roasting kopi dari Jerman, ada banyak efisiensi yang bisa dilakukan. Artinya ada banyak penghematan.
Di sisi lain, kapasitas produksi juga bisa ditingkatkan. Dengan efisiensi di satu sisi, serta peningkatan kapasitas produksi di sisi yang lain, Soedomo yakin, investasi di mesin roasting itu bisa segera kembali modal.
“Maklumlah, waktu itu memang saya nekat betul. Untuk beli mesin seharga Rp 137 juta, saya utang bank. Mungkin itu yang membuat orang tua dan keluarga besar keberatan dan khawatir berlebihan,” ujarnya.
“Banyak Anak”
Mungkin tidak banyak yang tahu, Soedomo (baca: perusahaan kapal api) memiliki banyak anak.
Ya, anak manusia. Anak-anak yang harus disantuni sejak masih dalam kandungan, proses persalinan, pertumbuhan, hingga sekolah, dan bekerja.
Cukup panjang jika dinarasikan. Tapi sayang kalau tidak diringkas, sebagai bumbu tulisan, melengkapi jatuh bangkit perjalanan bisnis Soedomo.
Alkisah tahun 1984, pemerintah mengajak Kapal Api untuk memiliki kebun kopi sendiri. Di mana saja di wilayah Indonesia.
Tidak hanya instruksi, tetapi pemerintah juga memberi fasilitas pendanaan melalui Bank Bumi Daya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.