Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Catatan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2022: Mengubah Hari Menjadi Gerakan
Sekali lagi, narasi ini sangat mengena terhadap masyarakat yang pernah tertimpa musibah bencana, utamanya bencana alam.
Editor: Malvyandie Haryadi
Perilaku hidup sehat, makan sehat, olah raga teratur, istirahat yang cukup adalah bagian yang tidak terpisahkan, dari perilaku-perilaku lain yang sadar-tak-sadar sangat dibutuhkan bagi upaya pengurangan risiko bencana.
Habbit menjaga alam, sejatinya merupakan upaya preventif yang sangat penting.
Itu baru bisa kita sadari setelah memahami, betapa bencana (banjir bandang dan longsor, misalnya) yang acap merenggut banyak nyawa dan harta, terjadi justru karena kita abai terhadap alam.
Gunung gundul, adalah ancaman longsor. Kita kerap tidak peka akan bahaya yang mengintai. Masyarakat tidak tahu, perangkat desa kurang sensitif, dan sedikit orang yang sudah tahu, yang semestinya mau memberitahu.
Mitigasi Vegetasi
Tanggul beton, atau apa pun teknologi buatan manusia tak akan mampu melawan alam.
Karenanya, dalam menghadapi bencana, kita harus bersahabat dengan pembela dan penjaga alam.
Tanam pohon yang bernilai ekonomis (pohon buah - kopi, sukun, alpukat dll) serta bermanfaat secara ekologis (pohon keras - pohon pule, trembesi - ebony dll).
Di kawasan rawan longsor, tanaman "vetiver system" adalah solusi. Begitulah, mitigasi melalui vegetasi adalah sebuah jawaban.
Sama halnya dengan upaya mereduksi tsunami dengan menanam pohon di tepi pantai. Sebab, tsunami adalah mesin pembunuh nomor satu di dunia.
Ada banyak kisah, mereka yang selamat dari tsunami di Aceh, Pandeglang dan juga likuifaksi di Palu karena berlindung di pohon, atau memanjat pohon.
Satu hal yang pasti, pepohonan dan hutan pantai ternyata mampu meredam ganasnya gelombang tsunami hingga 80 persen.
Pohon sebagai infrastruktur alam adalah jawaban konkret untuk mencegah jatuhnya korban yang lebih besar.
Menanam pohon di kawasan rawan banjir dan longsor menjadi kewajiban mutlak. Motornya para pemimpin dari tingkat pusat sampai ketua RT.
Dari ulama hingga santri. Dari tokoh masyarakat sampai ke para pemuda. Dari kepala sekolah sampai murid-murid. Pendek kata, semua elemen masyarakat harus dilibatkan dalam gerakan menanam pohon.
Ukurannya bukanlah berapa jumlah pohon yang kita tanam, tapi berapa banyak pohon yang bisa kita tanam, kita rawat dengan baik, dan akhirnya tumbuh sempurna.
Stop seremoni tanam pohon, tanpa dibarengi kegiatan merawat hingga benar-benar tumbuh.
Menjadi Gerakan
Sebagai bangsa yang ditakdirkan tinggal di daerah ring of fire, kita tidak bisa menolak bencana. Yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi.
Anda tahu anak-anak balita di Jepang?
Mereka bahkan sudah tahu apa yang harus dilakukan ketika gempa terjadi. Itu karena sosialisasi turun-temurun.
Itu karena simulasi yang rutin. Itu karena latihan yang terus-menerus.
Paralel dengan amanat Presiden RI Joko Widodo dalam arahannya pada Rakornas Penanggulangan Bencana 2022, menekankan pada pembangunan sistem edukasi kebencanaan berkelanjutan di
daerah rawan bencana.
Budaya sadar bencana harus dimulai sejak dini mulai dari individu, keluarga, komunitas, sekolah
sampai lingkungan masyarakat.
Bencana merupakan fenomena kehidupan manusia yang tidak dapat diketahui secara pasti kapan terjadi.
Kita sebagai manusia hanya mampu memprediksi bencana dengan mengenali gejala-gejala awal.
Dengan demikian kesiapan manusia dapat dilakukan ketika dapat mengenali gejala awal dan tingkat risikonya.
BNBP memiliki tugas memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan keadaan darurat bencana, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara.
Karenanya, BNPB tidak hanya memberikan pedoman kepada masyarakat agar tanggap dan mengenali gejala-gejala awal bencana.
Tetapi harus diperkuat dengan keterlibatan para peneliti dan pakar yang berperan penting untuk mengkaji tingkat risiko dari bencana, serta perencanaan penanggulangan bencana.
Last but not least, BNPB harus terus menerus melakukan pemantauan dan evaluasi risiko bencana.
Momentum Hari Kesiapsiagaan Bencana 2022 ini harus dimaknai dengan GERAKAN SIAGA BENCANA. Harus menjadi sebuah "gerakan massif" berupa penanaman kesadaran mengenai ancaman, serta memberi bekal kemampuan mengatasi bencana, setidaknya menghindari bencana. Ujung semua itu, tentunya: perubahan perilaku. (*)
) *Egy Massadiah, wartawan senior, konsultan media, menulis sejumlah buku serta pembina Majalah “Jaga Alam”