Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Doni Monardo Terkesan dengan Enggano yang Punya Potensi Kuliner hingga Wisata Bahari Luar Biasa
Enggano menawarkan wisata bahari yang luar biasa, karena memiliki dua karakter pantai sekaligus jenis ombak di kedua sisi pulaunya.
Editor: Wahyu Aji
De Houtman seorang penjelajah Belanda yang menemukan jalur pelayaran dari Eropa ke Nusantara, dan berhasil memulai perdagangan rempah-rempah bagi Belanda. De Houtman tercatat menginjakkan kakinya di Enggano pada 5 Juni 1596.
Keberhasilannya ini membuka jalan bagi ekspedisi-ekspedisi selanjutnya yang berujung pada praktik kolonialisme di Nusantara. Cornelis de Houtman lahir di Gouda, Holland Selatan, 2 April 1565 dan meninggal di Aceh, 11 September 1599 pada umur 34 tahun.
Kondisi bumi Enggano yang tiada emas-tiada rempah, menjadikan pulau itu tidak dilirik pemerintahan kolonial. Tapi bukan berarti tidak ada jejak-jejak penjajahan di sana. Kawasan perbukitan telah dibabat dan dijadikan perkebunan.
Baik Belanda maupun Jepang, melihat pulau Enggano adalah basis pertahanan paling depan. Karenanya, di sini pernah ditemukan meriam-meriam peninggalan Belanda, serta bunker peninggalan Jepang.
Tujuh Pesisir
Jika Anda pernah mendengar legenda tujuh bidadari, maka di Enggano bidadari-bidadari itu menjelma menjadi tujuh pesisir yang indah. Bilangan itu, lebih untuk membedakan karakteristik pantai. Pantai yang ada di sebelah timur cukup kontras dengan pantai yang ada di bagian barat pulau.
Pantai sisi timur, relatif tenang dan sangat nikmat untuk berenang atau snorkeling, terutama di Pantai Koomang. Sedangkan, terumbu karang di Pulau Merbau dan Pulau Tikus, menawarkan pemandangan bawah laut yang bersaing dengan keindahan Wakatobi.
Pesisir timur Enggano yang lain, dekat teluk Desa Kaana kaya akan biota laut. Apalagi ikan-ikan hiasnya, begitu beraneka warna. Kawanan ikan nemo akan mengajak Anda bersenda-gurau.
Belum lagi jika hobi mancing, Anda datang ke pulau yang tepat. Seperti yang dilakukan Doni Monardo beserta rombongan siang itu. Dengan menyewa perahu motor milik nelayan, Doni dan rombongan menuju laut lepas. Belum 30 menit ia sudah strike.
Ikan-ikan hasil pancingan langsung dibakar, setiba mereka di bibir pulau. Anda cukup berimajinasi, betapa nikmatnya makan siang di bawah rimbunnya pepohonan. Anda bahkan bisa membayangkan, betapa lezat ikan-ikan laut bakar tanpa bumbu yang baru saja dipancing. Betapa lumer di lidah, bercita rasa gabungan segar, manis dan tentu saja menyehatkan.
Siang itu, rombongan kami berhasil mendapatkan beberapa jenis ikan. Berbagai jenis ikan kualitas premiun terkait di besi mata pancing. Ada juga hasil "menembak" di kedalaman laut. Mulai dari kerapu, tongkol, kakap, dan lain-lain.
Kepada Susanto, Camat Enggano, Doni memberi masukan. Pertama, kapal-kapal nelayan yang dipersiapkan untuk memancing harus diberi atap.
“Buat para nelayan mungkin kapal tanpa atap sudah biasa, tapi kalau turis, kasihan. Harus diberi atap, kasihan kalau kena panas atau hujan. Jangan sampai pulang mancing, malah sakit,” ujar Doni sambil tertawa.
Saran kedua, menebar rumpon di titik-titik pemancingan. Ia mengambil contoh saat berkunjung ke Sumba. Fasilitas penginapan di Nihi, bertaraf internasional. Yang dijual adalah wisata alam yang masih asli.