Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Habib Burguibah dan Sekularisasi Tunisia
Tunisia bisa merdeka dari protektorat Perancis, sekaligus mengalami modernisasi, berkat kontribusi besar Habib Burguibah.
Editor: Husein Sanusi
Di universitas Az-Zautiunah ini, pendidikan ilmu pengetahuan Islam digalakkan di bawah supervisi Kementerian Pendidikan. Penguasa berhak menentukan arah kurikulum, termasuk mengalokasikan dana pendidikan.
Burguibah juga mampu menempatkan sekolah-sekolah al-Qur'an di bawah pengawasan pemerintah. Pada saat yang sama, Burguibah mengkampanyekan pendidikan gratis. Para guru diberi pelatihan dan bimbingan untuk meningkatkan kapasitas.
Keempat, Burguibah mengkampanyekan kesetaraan gender. Kaum perempuan boleh mengenyam pendidikan yang setara dengan laki-laki. Kaum perempuan dibebaskan memilih, mengenakan atau melepaskan cadar dan Hijab. Perempuan bebas menentukan siapa calon suaminya, tanpa perlu tunduk pada keinginan orangtua.
Tidak saja itu, masalah perceraian akan diurusi oleh pengadilan negara. Sementara praktik poligami mulai dilarang keras. Seorang ayah, ibu, dan anak memiliki posisi yang sama di mata hukum.
Kelima, Burguibah menganggap masalah pendidikan dan kesehatan publik sangat dibutuhkan oleh negara. Pendidikan dan kesehatan dapat memperkuat ketentaraan dan pertahanan negara. Sejak itu, sekolah menjadi milik publik yang menyelenggarakan pendidikan secara gratis.
Baca juga: Gus Dubes Tunisia Zuhairi Misrawi dan Negeri Lumbung Peradaban Islam
Burguibah mendirikan sistem pendidikan modern. Ia mengangkat seorang penulis terkenal, Mahmud Messadi, sebagai menteri pendidikannya. Dalam sistem pendidikan modern ini, pendidikan al-Quran dihapuskan. Kurikulum pendidikan ala Barat ditingkatkan dua kali lipat.
Keenam, kepentingan negara jauh lebih penting dari kepentingan agama. Pada bulan Februari 1961, saat itu bulan Ramadan, Burguibah tampil di acara televisi. Dia minum segelas jus secara terbuka di bawah sorotan kamera.
Setelah adegan itu, Burguibah memberi penjelasan atas tindakannya. Menurutnya, semua umat muslim Tunisia perlu berhenti berpuasa di bulan Ramadan. Mereka harus bekerja keras meningkatkan pembangunan negara. Sebab, Tunisia masih underdevelopment.
Tunisia masih jauh tertinggal dibanding negara lain. Bagi Burguibah, bekerja keras untuk membangun negara jauh lebih penting dibanding puasa.
Sikap yang dianggap kurang menghormati bulan puasa ini mendapat kecaman keras dari dunia muslim. Pada tahun 1974, Abdul Aziz bin Baz mengeluarkan fatwa bahwa Burguibah telah murtad (Pierre Rossi, Burguiba's Tunisia, 1967: 32).
Setelah fatwa murtad itu muncul, banyak aksi pembunuhan menargetkan Burguibah. Namun, dalangnya segera ditemukan. Yaitu, masyarakat yang pro terhadap Ben Youssef, lawan politik Burguibah. Pembunuhan ini pun gagal total.
Burguibah ini mendirikan mazhab pemikirannya sendiri. Ia menyebut itu sebagai “Burguibaisme.” Mazhab ini mengembangkan filsafat pragmatisme di bidang ekonomi dan politik.
Prinsip mazhab Burguisme ini adalah “tidak ada satupun dimensi kehidupan manusia yang terlepas dari kekuatan rasional manusia,” (Pierre Rossi, Burguiba's Tunisia, 1967: 98). Seperti Mu’tazilah, Burguisme mengutamakan kekuatan rasional.
Sepanjang perjalanan ke Avenue Habib Burguibah, penulis sadar bahwa mazhab Burguisme mendarah daging dalam perilaku masyarakat Tunisia. Penulis bisa menyaksikannya dengan mata kepala sendiri bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat.