Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Membaca Gerakan Kaum Muda NU - BerPKB dan Dampaknya yang Signifikan
tiga intelektual muda Jawa ini sedang berjuang merekatkan kembali Nahdliyyin dan PKB, yang semakin retak di era kepemimpinan Gus Yahya di PBNU.
Editor: Husein Sanusi
Membaca Gerakan Kaum Muda NU - BerPKB dan Dampaknya yang Signifikan
Oleh : KH. DR. Aguk Irawan, Lc. MN.
TRIBUNNEWS.COM - Sungguh gegap gempita pergerakan warga Nahdliyyin akar rumput, mereka tampak sangat bersemangat menyambut pesta demokrasi lima tahun, yang akan digelar tahun 2024 nanti. Warga NU sudah siap melangkah maju, mungkin hanya menunggu suara para elitenya.
Namun, percikan api semangat pun bertebaran. Di Jawa Timur, misalnya, ada KH. Muhammad Abdurrahman AL-Kautsar (Gus Kautsar), yang terus bergerak mengkonsolidasikan suara Nahdliyyin untuk PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Walaupun belum massif, Gus Kautsar adalah pionir di Jawa Timur.
Di Jawa Tengah, kita kenal nama KH. Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf). Bahkan, pada bulan Februari kemarin, pengurus NU dan PKB Kedungjati, Grobogan, melakukan konsolidasi untuk mengusung Gus Yusuf maju di Pilgub Jateng 2024.
Sebagaimana Gus Kautsar di Jawa Timur, Gus Yusuf di Jawa Tengah menjadi figur yang mampu menyatukan suara Nahdliyyin dan PKB. Di Jawa Barat, gerakan yang sama juga digagas oleh KH. Imam Jazuli (Kiai Imjaz), untuk menyatukan suara Nahdliyyin dan PKB.
Kiai Imjaz memilih jalur literasi berbeda dari Gus Kautsar yang memanfaatkan mimbar dan Gus Yusuf yang memanfaatkan jaringan sosial-kebudayaan. Apapun media gerakannya, tiga intelektual muda Jawa ini sedang berjuang merekatkan kembali Nahdliyyin dan PKB, yang semakin retak di era kepemimpinan Gus Yahya di PBNU.
Di atas mimbar, Gus Kautsar menggemakan seruan “Nahdliyyin Bersatu,” melalui tulisan Kiai Imjaz membuat jargon “Ngaku NU Wajib Ber-PKB,” dan seraya diam-diam Gus Yusuf mengkonsolidasi tokoh NU dan PKB untuk bersatu.
Ternyata, tidak saja di Pulau Jawa. Gerakan yang serupa berlangsung di Luar Jawa. Sebut saja KH. Imam Fauzi Haetami, ulama asal Nusa Tenggara Barat, yang mengingatkan agar NU dan PKB berjalan beriringan untuk memajukan bangsa Idonesia.
Kiai Imran Fauzi mengatakan, kendaraan politik yang dilahirkan oleh Jamiyah NU adalah PKB. Jadi, PKB harus kita dukung membawa aspirasi NU ke depan (kepri.antaranews.com, 31/1/2023). Kiai Imran Fauzi menjadi intelektual pionir di luar Jawa, yang ingin mepertahankan kemesraan NU-PKB.
Gerakan nasional warga Nahdliyyin untuk kembali menyatukan NU dan PKB bergema sampai membuat prestasi luar biasa. Nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) masuk ke dalam 5 besar, serta PKB diurutan 3 besar berdasarkan hasil survei Pollmark Research Center, dari 23 Januari hingga 18 Maret..
Dengan kata lain, gerakan akar rumput warga Nahdliyyin yang peduli akan persatuan dan kesatuan NU-PKB dapat dikatakan berhasil. Di masa-masa yang akan datang, gerakan grassroot ini harus terus dipertahankan, bahkan ditingkatkan, agar semua orang tahu betapa NU dan PKB adalah “Dua Tubuh Satu Jiwa.”
Publik sudah tahu, Cak Imin sudah pantas maju menjadi Presiden RI pada Pilpres 2024 nanti. Ia tidak saja ketua umum partai politik, memiliki pengalaman politik yang panjang, dengan elektabilitas yang tinggi, tetapi juga cicit dari pendiri Nahdatul Ulama, KH Bisri Syansuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang dari garis ibunya. Adapun ayahnya, KH Muhammad Iskandar, berasal dari Mojokerto dan merupakan alumni Pesantren Lirboyo Kediri.
KH Bisri Syansuri besanan dengan KH. Hasyim Asy'ari ketika putrinya Nyai Hj Sholihah menikahi KH Abdul Wahid Hasyim. Dari pasangan Wahid Hasyim-Sholihah inilah lahir Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Jadi, Muhaimin adalah keponakan Gus Dur.