Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Peristiwa Penembakan di Gedung MUI Jadi Pelajaran Penting Agar Tidak Menyepelekan Ancaman Kekerasan
Seandainya surat atau ancaman pertama dari si pelaku sudah disikapi serius, maka seharusnya tidak terjadi penembakan itu.
Editor: Muhammad Zulfikar
Oleh Reza Indragiri Amriel
Psikolog forensik
TRIBUNNERS - Pelaku penembakan di gedung MUI dapat disebut sebagai residivis, karena dia juga pernah melakukan kejahatan dan divonis bersalah beberapa waktu silam.
Dengan status pelaku sebagai residivis, muncul dua persoalan. Pertama, dalam putusan hakim sebelumnya, apakah hakim juga mendorong pelaku untuk menjalani rehabilitasi atas indikasi ketidakwarasannya?
Perintah sedemikian rupa tercantum dalam pasal 44 ayat 2 KUHP. Jadi, tidak berhenti hanya pada vonis bersalah dan menentukan hukuman bagi terdakwa, putusan hakim sepatutnya memuat keharusan bagi terdakwa yang punya masalah mental untuk berobat.
Kedua, terhadap pelaku (terpidana) semestinya juga diselenggarakan penakaran risiko atau risk assessment oleh Kemenkumham. Dengan penakaran risiko, otoritas penegakan hukum bisa memprediksi bahwa pelaku berisiko tinggi mengulangi perbuatan jahatnya.
Alhasil, selaku korban, MUI dan publik patut mendapat penjelasan: seberapa jauh lembaga-lembaga penegakan hukum, utamanya Mahkamah Agung dan Kemenkumham, sudah memperlakukan pelaku secara proper.
Sekiranya kedua institusi tersebut telah bekerja sebagaimana mestinya, kemungkinan residivisime pelaku dapat ditekan. Penembakan dapat ditangkal, MUI pun dapat terlindungi sehingga tidak menjadi korban.
Sekaligus, peristiwa di gedung MUI menjadi pelajaran penting agar semua pihak tidak sekali-kali menyepelekan ancaman kekerasan. Apalagi kekerasan berupa pembunuhan.
Seandainya surat atau ancaman pertama dari si pelaku sudah disikapi serius, maka seharusnya tidak terjadi penembakan itu.
Dari pelajaran penting itu, saya juga semangati Polri untuk menangani hingga tuntas dan menyeluruh kasus ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah oleh peneliti BRIN.
Tidak sebatas pembunuhan "biasa", patut didalami bahwa ancaman tersebut merupakan hate crime dan ini tergolong lebih serius lagi.