Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Unsur Perseorangan Anggota DPR Tren di Dunia Internasional, LaNyalla: Semoga Menular di Indonesia

untuk memastikan representasi di dalam pembuatan aturan hukum dan Undang-Undang tidak hanya dibasiskan dari Political Group Representative semata.

Editor: Content Writer
zoom-in Unsur Perseorangan Anggota DPR Tren di Dunia Internasional, LaNyalla: Semoga Menular di Indonesia
dok. DPD RI
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. 

Demokrasi di Indonesia memang luar biasa. Artinya negara ini (saat ini) benar-benar di bawah kendali 9 Ketua Umum Partai dan seorang Presiden terpilih.

Sehingga semua teori tentang demokrasi dan hakikat demokrasi tidak akan pernah tepat, bila kita dekatkan dengan praktek tata negara Indonesia hari ini.

Meskipun di dalam Genealogi politik dari demokrasi, negara dan pemerintah harus patuh kepada kepentingan rakyat, sebagai pemilik kedaulatan. Tetapi faktanya justru dibalik. Rakyat yang harus patuh pada kebijakan negara melalui (law enforcement) Undang-Undang.

Baca juga: Disaksikan Para Raja Nusantara, Sidang Paripurna DPD RI Sepakati Hal Ini

Pertanyaan berikutnya; Apakah anggota DPR yang tunduk kepada arahan Ketua Umum, dan patuh pada satu suara Fraksi, serta terbayangi dengan ancaman re-call, patut disebut sebagai wakil rakyat?

Apakah mungkin seorang anggota DPR mampu berjanji kepada organisasi kedokteran untuk memperjuangkan aspirasi mereka di dalam pembahasan RUU Kesehatan? Sementara suara fraksinya sudah menyatakan mendukung RUU yang diajukan pemerintah?

Jadi, siapa sejatinya anggota DPR itu? Wakil rakyat atau wakil partai? Untuk menjawab, ada baiknya kita membaca UU tentang Partai Politik.

Partai Politik menurut UU Nomor 2 Tahun 2008, di Pasal 1 Ayat (1) jelas menandakan adanya kata kunci ‘kelompok’. Yang memperjuangkan kepentingan politik anggota dan kelompoknya.

Baca juga: LaNyalla Sampaikan Harapan Tentang Kinerja Polri dalam Acara HUT ke-77 Bhayangkara

Berita Rekomendasi

Karena urutan kalimat di dalam Pasal tersebut menempatkan kepentingan anggota sebagai prioritas. Sebelum kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Jadi sekali lagi. Kita menyerahkan pembentukan Undang-Undang yang mengikat secara hukum seluruh penduduk Indonesia, kepada sekelompok orang yang memperjuangkan kepentingan kelompoknya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Lebih celaka lagi, jika praktek organisasi di dalam kelompok tersebut, menempatkan kendali tunggal berada di tangan satu orang yang disebut Ketua Umum.

Sehingga, jika Presiden terpilih membangun koalisi dengan Ketua-Ketua Partai, maka kemanapun negara ini akan dibawa, terserah mereka. Rakyat sama sekali tidak memiliki ruang kedaulatan.

Satu contoh saja, bila suatu ketika nanti, terdapat 5 partai politik yang lolos di Senayan, lalu ke-5 partai tersebut menjalin koalisi tunggal dengan Presiden terpilih, maka sejatinya ke-5 partai tersebut adalah Five In One. Ibarat satu partai.

Lantas apa bedanya dengan Negara Komunis Tiongkok dengan partai tunggal; PKT. Yang selalu satu langkah dengan pemerintah? Karena memang hanya ada partai tunggal, yang juga partai pemerintah.

Sehingga tidak aneh bila anggota DPR kita di Senayan sangat galak, bahkan menggebrak-gebrak meja saat hearing terhadap persoalan-persoalan yang bukan fundamental.

Tetapi kita bisa melihat sebaliknya, betapa cepat Rancangan Undang-Undang yang dikehendaki pemerintah diselesaikan dan diputuskan. Meskipun hampir setiap hari rakyat protes di depan pintu gerbang Gedung DPR.

Oleh karena itu, terobosan mesti dibuat. Untuk memastikan representasi di dalam pembuatan aturan hukum dan Undang-Undang tidak hanya dibasiskan dari Political Group Representative semata. Tetapi juga terdapat saringan dan keterlibatan utuh dari People Representative.

Di sinilah mengapa anggota DPR dari unsur perseorangan atau non-partisan menjadi tren di dunia internasional. Semoga kesadaran ini segera menular ke Indonesia. Karena kita harus membangun demokrasi. Bukan membangun dominasi. Sehingga Indonesia menjadi lebih baik. (*)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas