Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Israel Takkan Bisa Musnahkan Hamas
Konflik bersenjata Israel-Palestina adalah jenis perang asimetris. Pihak yang lemah akan mencari kelemahan dan cara mengimbangi musuh yang lebih kuat.
Editor: Setya Krisna Sumarga
US Army War College mendefinisikan perang asimetris sebagai konflik di mana dua pihak yang bertikai berbeda sumber daya inti dan perjuangannya, cara berinteraksi dan upaya untuk saling mengeksploitasi karakteristik kelemahan-kelemahan lawannya.
Perjuangan tersebut sering berhubungan dengan strategi dan taktik perang unconvensional.
Pihak yang lebih lemah berupaya untuk menggunakan strategi dalam rangka mengimbangi kekurangan yang dimiliki dalam hal kualitas atau kuantitas.
Dari definisi ini, konflik bersenjata di Palestina lebih tepat masuk jenis peperangan asimetris. Hamas, Jihad Islam, Fatah, dan kelompok-kelompok bersenjata lain yang lebih kecil bertarung melawan musuh yang jauh lebih besar dan kuat.
Bahwa mungkin Hamas ada koneksi dengan pihak lain, misal dihubungkan dengan Iran, tidak bisa disebut sebagai proksi Iran, mengingat tujuan perjuangan mereka memerdekakan Palestina.
Contoh perang proksi atau perang boneka bisa dilihat dalam konflik Rusia-Ukraina, atau konflik bersenjata di Suriah.
Konflik di Palestina tidak dimulai sejak 7 Oktober 2023, ketika Hamas melancarkan serangan mematikan ke Israel. Ini adalah konflik panjang yang dimulai bahkan sejak tujuh dekade lalu.
Sebelum kemunculan Hamas, rakyat Palestina telah bertempur melawan Israel lewat kelompok Fatah, PLPP, dan organ-organ lebih kecil lainnya yang memiliki kemampuan bertempur.
Alhasil, konflik yang terjadi adalah pertempuran antara organisasi militer Israel melawan kelompok-kelompok bersenjata.
Pada praktik dan sejarah modern peperangan, maka belum pernah ada tentara reguler yang berhasil mengalahkan organisasi dan faksi bersenjata.
Militer AS yang dibantu sekutu-sekutunya, tidak berhasil mengalahkan Taliban setelah 20 tahun memerangi Taliban dan menduduki Afghanistan.
Demikian pula, Al-Qaeda tidak dikalahkan, meskipun Osama bin Laden dan Ayman Al-Zawahiri telah ditewaskan. Begitu pula dengan ISIS atau Daesh.
Meski amir organisasi itu, Abu Bakr Al-Baghdadi, terbunuh, kelompok itu tetap eksis di sejumlah tempat dengan kekuatan yang berbeda-beda.
Mengapa bisa terjadi? Eksistensi organisasi politik militer ini umumnya lahir dan besar karena faktor ideologis dan politik. Cita-cita dasar mereka membuat organisasi seperti ini tidak bisa dimusnahkan.