Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mata Rantai Konflik di Suriah dan Misi Legiun Internasional Ukraina
Badan intelijen Ukraina merekrut tokoh radikal Chechnya Rustam Azhiev, yang pernah malang melintang di Suriah.Azhiev kini telah berpaspor Ukraina.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Aksi penculikan dan eksekusi brutal dipropagandakan ISIS, termasuk upaya mereka memusnahkan etnis Yazidi di Irak utara dan minoritas di Suriah.
Kelompok ISIS muncul secara cepat sebagai kekuatan bersenjata yang ditakuti, bahkan oleh kelompok-kelompok bersenjata Islam lain di Irak dan Suriah.
Setelah bertahun-tahun eksis, pasukan Irak yang dibantu milisi dukungan Iran, mengalahkan ISIS. Suriah yang dibantu Rusia juga perlahan menyingkirkan kelompok itu.
Sementara AS dan sekutunya, tetap mengklaim perangnya melawan ISIS baik di Irak maupun Suriah. Washington menyatakan Abu Bakr Al Bahdady mereka tewaskan di Suriah utara lewat serangan khusus.
Seperti halnya Osama bin Laden, klaim kematian Abu Bakr Al Bahdady itu tidak pernah disertai ekpos bukti-bukti kongkretnya.
Satu hal yang secara khusus ditunjukkan ISIS, sepanjang eksistensinya di Irak dan Suriah, mereka benar-benar hanya menunjukkan perlawanan ke pemerintah Baghdad maupun Damaskus.
Tidak pernah sekalipun kelompok ISIS mengagendakan perlawanan ke Israel, negara yang jadi musuh utama Islam. Bahkan, belum pernah ada aksi nyata ISIS melawan Israel.
Ini memperlihatkan, ISIS ini kelompok yang kemunculannya dirancang oleh kekuatan-kekuatan intelijen memanfaatkan sentiment agama.
Kemanfaatan kelompok ini bagi mereka adalah destabilisasi wilayah, yang situasinya bisa menguntungkan negara-negara sponsor.
Kembali ke tragedi Crocus City Hall, secara mendasar tampak ada perbedaan signifikan dengan gaya ISIS di Timur Tengah, Afghanistan, maupun ketika mereka beraksi di Eropa barat.
Pada November 2015, sekelompok pria bersenjata menebar kengerian ketika mereka masuk ke Teater Bataclan di Paris, tempat konser band AS Eagles of Death Metal sedang berlangsung.
ISIS mengaku bertanggung jawab atas kejahatan tersebut, yang menyebabkan 89 orang tewas.
Pada tahun-tahun tersebut, ISIS menjadi semakin aktif di seluruh dunia – namun hal ini sebenarnya merupakan tanda kemunduran ISIS.
Pada masa kejayaannya, ISIS tidak mendesak para pendukungnya untuk melakukan serangan teroris, melainkan meminta mereka untuk “memenuhi hijrah” – yakni pindah ke wilayah yang dikuasai organisasi tersebut.