Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Laron-laron Politik Berburu Kuasa
Bila kekuasaan adalah lampu bercahaya terang, maka para politikus adalah laron-laron yang berburu kuasa.
Editor: Hasanudin Aco
Kini, para pendatang baru atau "new comers" itu akan berhadapan dengan para politikus yang sudah terlebih dahulu mendukung Prabowo-Gibran. Mereka berasal dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat.
Mereka tentu akan resisten terhadap pendatang baru yang akan mengancam jatah kursi mereka di kabinet. Termasuk Partai Gelora.
Partai gurem pecahan PKS yang gagal melenggang ke Senayan ini sudah pasang kuda-kuda. Gelora menolak masuknya PKS ke dalam Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Idrus Marham, elite Golkar, mengklaim partainya akan mendapat jatah 5 kursi di kabinet Prabowo-Gibran. Gerindra yang diketuai Prabowo diyakini tak mau kalah. Jatah kursi di mereka kabinet harus lebih banyak.
PAN dan Demokrat pun pasti tidak akan mau hanya 1 kursi seperti di Kabinet Indonesia Maju saat ini. Mereka merasa berkeringat. Kalau parpol yang tidak berkeringat saja dapat jatah kursi menteri, mengapa yang berkeringat jatahnya cuma 1 kursi menteri?
Jika sudah duduk di kursi kabinet, seperti laron, mereka tidak akan sungkan-sungkan menggerogoti kursi kabinet dengan melakukan korupsi. Sejauh ini sudah cukup banyak menteri yang terlibat korupsi.
Pertanyannya, kalau pada akhirnya semua parpol bergabung dan mendukung pemenang, lalu buat apa mereka ngotot-ngototan saat kampanye Pilpres 2024? Para kandidat bahkan bukan hanya saling kritik, melainkan juga saling serang, caci-maki dan menjatuhkan.
Sesungguhnya menjadi oposisi, penyeimbang atau apa pun namanya, tidak kalah terhormat daripada dengan menjadi koalisi pendukung pemerintah. Bahkan keberadaan oposisi sangat penting supaya ada "check and balances" terhadap pemerintahan.
Kalau semua parpol yang ada di DPR RI mendukung pemerintah, lalu siapa yang akan melakukan pengawasan dengan kritis? Jangan-jangan DPR akan kembali menjadi "tukang stempel" kebijakan pemerintah seperti pada era Orde Baru.
PDIP dan PKS, jadilah oposisi untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Sebab, seperti kata Lord Acton (1834-1902), "The power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely'.
Jangan biarkan mereka yang terpilih menjadi menteri melakukan korupsi seperti laron-laron yang menggerogoti kayu tempat mereka bersarang.
* Karyudi Sutajah Putra: Analis Politik Konsultan dan Survei Indonesia (KSI).