Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Saatnya Jokowi Turun Tangan Hentikan Huru-hara Politik dan Kembali Tegakkan Demokrasi
Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara, seharusnya tidak terkesan melempar tanggungjawab. Jokowi bisa hentikan huru hara politik yang kian panas.
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Yulis
TENSI politik kian meninggi jelang tahapan pendaftaran calon kepala daerah. Hari Kamis (22/8/2024) ini, berbagai kelompok massa berencana melakukan aksi menolak langkah DPR mengesahkan RUU Pilkada yang dibahas secara kilat.
Garuda warna biru bertuliskan Peringatan Darurat mendadak trending di sosial media. Garuda biru menjadi simbol penolakan atas langkah DPR menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi No 60/PUU-XXII/2024 dan No 70/PUU-XXII/2024.
DPR bergerak cepat. Panja Baleg DPR RI tak sampai 24 jam berhasil memutuskan dua poin penting dalam revisi UU Pilkada. Pertama merevisi ambang batas suara sebagai syarat pengajuan calon kepala daerah dan merevisi putusan MK tentang batasan usia kandidat kepala daerah.
MK sebelumnya mencabut syarat pengajuan calon kepala daerah yakni perolehan 20 persen capaian kursi di DPRD atau 25 persen perolehan suara saat Pemilu Legislatif.
MK kemudian memutuskan bahwa syarat pengajuan calon kepala daerah dari parpol, sama dengan syarat pengajuan calon independen. Persentasenya bervariasi disesuaikan dengan jumlah pemilik hak suara di daerah tersebut, yakni mulai dari 6,5 persen, 7,5 persen, 8,5 persen hingga 10 persen.
MK juga memutuskan bahwa syarat usia calon kepala daerah, tetap sama dengan UU Pilkada sebelumnya yakni 30 tahun saat pendaftaran, bukan berusia 30 tahun saat pelantikan.
Keputusan MK tentang ambang batas, berdampak besar terhadap demokrasi. MK membuka peluang parpol yang awalnya tidak mengajukan kandidat lantaran suara tidak mencukupi atau tidak ada teman koalisi, kini bisa mengajukan calon sendiri atau berkoalisi dengan parpol yang tak memiliki kursi di DPRD.
Masyarakat memiliki pilihan calon kepala daerah lebih banyak. Sebelum putusan MK, hampir terjadi kandidat yang diusung KIM Plus melawan kotak kosong atau kandidat boneka agar seolah-olah terjadi demokrasi.
Namun tak sampai 48 jam setelah putusan MK, Panja Baleg DPR RI memutuskan revisi UU Pilkada. Isi putusan Baleg mendistorsi keputusan MK.
Baleg memutuskan bahwa syarat pengajuan calon kepala daerah bagi parpol yang duduk di parlemen, tetap 20 persen suara di DPRD atau 25 persen perolehan suara sah saat Pemilu Legislatif.
Baleg juga memutuskan bahwa syarat usia calon kepala daerah, yakni 30 tahun saat pelantikan, bukan pada saat pendaftaran. Pasal ini menguntungkan putra Presiden Jokowi yakni Kaesang Pangarep yang pada saat pendaftaran belum genap berusia 30 tahun.
Hari ini massa bergolak menentang DPR yang akan menggelar sidang paripurna untuk mengesahkan Revisi UU Pilkada. Sebagian besar masyarakat merasa, DPR telah melakukan pembajakan politik.
DPR seharusnya mengedepankan sikap kenegarawanan dengan cara menghormati serta melaksanakan putusan MK sebagai lembaga yudikatif yang diberikan kewenangan menguji UU dengan mengacu kepada UUD 1945.
Majelis hakim Konstitusi dalam menguji dan kemudian memutuskan uji materi UU, melalui berbagai proses dan tahapan serta mempertimbangkan seluruh aspek termasuk mengedepankan keadilan.