Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Politik Suka Hati vs Politik Hati Nurani

Mekanisme transparansi itu harus kelihatan ketika pemimpin membuat kebijakan yang terbuka dan memilih jajarannya bukan karena balas jasa

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Politik Suka Hati vs Politik Hati Nurani
dok pribadi
Romo Yosafat Ivo OFMCap, Rohaniawan Katolik, Ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Agung Medan 

Oleh : Romo Yosafat Ivo OFMCap,  Rohaniawan Katolik, Ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Agung Medan

KATA  ‘politik’ berasal dari Bahasa Yunani yaitu polis yang artinya kota. Dalam perjalanan selanjutnya, kota-kota semakin berkembang dan kemudian disebut negara. Maka politik adalah tata cara mengelola kota (negara) demi kesejahteraan bersama (bonum commune) seluruh warganya. 

Karena itulah menurut Aristoteles politik itu adalah seni (art) mengelola kekuasaan demi kesejahteraan bersama. Paham lain diberikan oleh William Ebenstein dalam bukunya, ‘Political Science’ bahwa politik dengan unsur yang ada di dalamnya seperti pembuat kebijakan (otoritas), lembaga dan struktrur yang bertujuan demi terciptanya suatu pola hidup bernegara yang baik.

Maka pola yang dijalankan ialah mekanisme yang transfaran dalam pembagian kekuasaan dan pengambilan Keputusan. Karena itulah tegas William Ebenstein dalam politik sejatinya tidak ada kolusi, korupsi dan nepotisme.

Baca juga: Setuju dengan Usulan Pembubaran Kementerian BUMN, Pengamat: Kerap Dimanfaatkan untuk Politik

Mekanisme transparansi itu harus kelihatan ketika pemimpin membuat kebijakan yang terbuka dan memilih jajarannya bukan karena balas jasa tetapi profesionalisme. 

Pandangan yang bernuansa religius disampaikan oleh Profesor Edy Kristiyanto, seorang romo Katolik. Politik juga bisa dilihat sebagai sakramen, tentu tidak dengan pemahaman kanonik liturgis namun lebih pada interpretasi teologi sosial politik. Politik pun jika dihayati dan dijalankan dengan benar, bisa menjadi tanda yang kelihatan dari hadirnya rahmat Allah yang tidak kelihatan.

Rahmat Allah itu hadir dalam bentuk kesejahteraan bersama, jika politik dihayati dan dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Satu Kesimpulan yang mesti kita pegang perihal paham politik dari ketiga tokoh di atas ialah bahwa politik itu sejatinya baik karena merupakan instrumen untuk mencapai kebaikan besama (bonum Commune).

Politik Suka Hati vs Politik Hati Nurani

BERITA REKOMENDASI

Politik Suka Hati. Beberapa bulan yang lalu tepatnya 14 Februari 2024 kita telah melaksanakan pesta demokrasi, memilih Presiden dan wakilnya serta memilih wakil kita di parlemen.

Tidak lama lagi kita akan melaksana pesta demokrasi tahap kedua yakni memilih pimpinan daerah (pilkada) tingkat Provinsi dan Kabupaten, Kota pada tanggal 27 November 2024. Kita sudah memiliki Presiden dan Wakil Presiden terpilih dan akan dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024 ini.

Kita menunggu kebijakan dan terobosan dari Presiden dan Wakil Presiden serta anggota dewan yang terpilih.  Apakah mereka sungguh menjalankan amanat yang diberikan oleh rakyat.

Apakah mereka menjalankan janji kampanye yang semua terarah demi kesejahteraan bersama (rakyat). Atau kepada kita kembali akan disuguhi drama yang sudah bisa ditebak endingnya, bukan demi rakyat tetapi demi partai, koalisi dan keluarga. Atau mengubah statemen janji kampanye dengan kalimat klise, “Yang kami maksudkan bukan seperti itu tetapi seperti ini.”  Programnya mengalami modifikasi baik bahasa dan eksekusinya.

Kita bisa mengambil satu contoh janji kampanye Prabowo Gibran yakni makan siang Gratis untuk anak sekolah. Program makan siang gratis yang digagas oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto terus mengalami perubahan, mulai dari nama program hingga anggaran per porsinya.

Setelah nomenklatur program diubah menjadi 'makan bergizi gratis', kini anggaran per porsi program tersebut tengah dipertimbangkan untuk turun dari angka Rp 15.000 menjadi Rp 7.500. (Kompas.com 18 Juli 2024). Sejak muncul di kampanye Prabowo-Gibran, program makan siang dan susu gratis tidak berhenti mengundang kontroversi.

Mulai dari perubahan nama yang kini menjadi makan bergizi gratis, soal anggarannya, jumlah penerima manfaat, pelaksana hingga bagaimana supaya program ini tidak membebani APBN dan tidak dikorupsi (Metro TV 08 Agustus 2024).

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas