Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menyalahkan Apotek untuk Resistensi Antibiotik: Tuduhan Tanpa Cermin
Resistensi antibiotik menyebar dan menjadi diskursus menarik untuk diikuti sekarang ini.
Editor: Hasanudin Aco
Tidak ada ruang kewenangan bagi mereka untuk benar-benar memastikan penggunaan antibiotik yang aman. Siapa yang membuat regulasinya?
4. Kurang bahkan tidak Ada Infrastruktur Diagnostik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan: Uji kultur? Antibiogram? Lupakan saja.
Dengan fasilitas diagnostik yang minim, dokter dan apoteker dipaksa menebak-nebak dalam memberikan antibiotik.
Solusi: Membangun Sistem, Bukan Mencari Kambing Hitam
Jika Indonesia benar-benar serius ingin mengendalikan resistensi antimikroba, tirulah Belanda dan penuhi rekomendasi WHO.
Berikut ini adalah saran langkah-langkah yang dapat diambil berdasarkan praktik terbaik dan pembaruan terkini dari Belanda:
1. Regulasi yang Serius, Bukan Main-Mainan
Mulailah dengan menutup semua jalur distribusi antibiotik ilegal. Tidak ada lagi tempat liar dan ilegal atau penjualan online bebas.
Wajibkan penulisan resep Antibiotik yang valid dan benar, tak boleh ada penyerahan langsung antibiotik ataupun resep formalitas. Regulasi harus diterapkan tanpa pandang bulu.
2. Peran Apoteker sebagai Penjaga Utama
Berdayakan apoteker untuk memeriksa dan memvalidasi resep antibiotik. Mereka harus memiliki otoritas untuk menolak resep yang tidak rasional.
Apoteker adalah Tenaga Kesehatan Profesional dalam bidang Kefarmasian, mereka adalah penjaga kesehatan masyarakat.