Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menyalahkan Apotek untuk Resistensi Antibiotik: Tuduhan Tanpa Cermin
Resistensi antibiotik menyebar dan menjadi diskursus menarik untuk diikuti sekarang ini.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Apt. Ismail
Presidium Nasional Farmasis Indonesia Bersatu
TRIBUNNEWS.COM - Ketika resistensi antibiotik melonjak bak api liar, kampanye di Indonesia tampaknya sederhana.
Salahkan apotek! Sungguh brilian, bukan?
Mari abaikan kenyataan bahwa antibiotik juga bisa diperoleh dan dibeli tempat-tempat liar dan ilegal seperti toko obat, pasar, warung, praktik tenaga medis dan kesehatan bahkan online dengan mudah.
Apotek resmi, tempat yang seharusnya menjadi benteng distribusi obat yang aman, malah dijadikan kambing hitam.
Ya, menyalahkan apotek lebih mudah daripada mengakui bahwa sistem dan regulasi penuh dengan celah.
Belanda: Negeri Regulasi, Bukan Ilusi
Di Belanda, antibiotik tidak bisa diperoleh sembarangan.
Regulasi mereka ketat, antibiotik hanya tersedia di Apotheek dan harus divalidasi apotheker.
Tidak ada antibiotik di tempat liar dan ilegal, tidak ada penjualan bebas di internet. Setiap jalur distribusi dipantau dengan cermat.
Yang paling menarik adalah peran apotheker di Belanda.
Di sana, apotheker tidak hanya menjadi penjaga Apotheek, tetapi juga penjaga akal sehat.
Mereka memiliki otoritas untuk memastikan penggunaan antibiotik yang rasional, berbasis bukti, seperti uji kultur atau antibiogram.