Pada kesempatan lain, PT Uni Air Cargo pelaku e-commerce Indonesia, Eko Prasetyo mengatakan bahwa e-commerce adalah praktik global yang tidak bisa kita hindari saat ini.
Pada 2016, potensi transaksi e-commerce di Indonesia mencapai USD 20 Miliar dan berpotensi tumbuh hingga USD 130 Miliar pada 2020. Bahkan, 2 dari 4 unicorn Indonesia adalah startup di bidang e-commerce.
“Perdagangan internasional melalui e-commerce paling efisien, cepat, dan menguntungkan bagi konsumen,” ujarnya.
Akan tetapi, hal ini membuat negara harus memberikan treatment yang tepat atas praktik e-commerce.
Konsumen akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari celah yang paling menguntungkan, baik dengan memanfaatkan jasa titipan maupun menggunakan splitting nilai barang untuk memenuhi persyaratan mendapatkan de minimus, USD 75.
Melihat kondisi ini, Pemerintah melalui PLB e-commerce berusaha memberikan solusi untuk mendukung e-commerce dengan tetap menjamin pertumbuhan industri dalam negeri dan penerimaan negara.
Dengan PLB e-commerce, barang yang diimpor akan dikenai tarif flat 7,5 persen seperti halnya skema impor barang kiriman, tetapi tidak diberlakukan ketentuan de minimus barang kiriman.
Jadi, semua barang yang dikeluarkan dari gudang PLB e-commerce ke dalam negeri pasti dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Adapun keberadaan PLB yang dibangun pada 10 Maret 2016 merupakan realisasi dari Paket Kebijakan Ekonomi jilid II yang diharapkan dapat menurunkan biaya logistik nasional, mempercepat waktu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan serta menarik investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional. (*)