Selain itu, muncul wacana PTFI untuk melakukan pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO) di BEI.
Cara ini dinilai paling baik untuk pengalokasian atau skema pengurangan (divestasi) sebagian saham perusahaan tambang yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) itu.
"Buat saya, cara terbaik enggak ada pilihan, kecuali IPO," ujar Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio.
Menurut Tito, jika PTFI telah mencatatkan sahamnya di BEI, perusahaan tersebut otomatis menjadi perusahaan terbuka yang semua kegiatan produksi maupun keuangannya bisa diketahui seluruh masyarakat Indonesia.
"Keterbukaan informasi akan terjadi di situ, kalau Freeport mau terbuka, ya IPO supaya rakyat Indonesia tahu tentang Freeport," tutur Tito.
Seperti diketahui, BEI pernah mewacanakan untuk bertemu pihak PTFI secara formal untuk membahas kelanjutan rencana IPO. Dalam pertemuan tersebut, rencananya akan dilakukan pembicaraan terkait rencana divestasi 41,64 persen saham Freeport.
Menurut Tito, divestasi melalui bursa efek sebagai salah satu opsi pelepasan saham perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Pasalnya, saham yang dilepas mula-mula ditawarkan ke pemerintah, bisa pusat, provinsi, kabupaten, atau kota.
Jika pemerintah tidak mau ambil bagian, selanjutnya saham tersebut ditawarkan ke BUMN atau BUMD. Terakhir barulah ditawarkan kepada badan usaha swasta nasional.
Sebagai informasi, tata cara divestasi 41,64 persen saham Freeport tertuang dalam aturan Menteri ESDM Nomor 09/2017 tentang tata cara divestasi saham dan penetapan harga divestasi pada kegiatan usaha pertambangan, mineral, dan batubara.
Penulis: Iwan Supriyatna