Ketua Industri Olefin dan Polyolefin Inaplas, Edi Rivai mengatakan, meski telah menjadi sampah, plastik masih memiliki nilai jika dikelola dengan baik. Berbeda dengan alkohol dan rokok memiliki dampak negatif terhadap kesehatan.
"Ini bukan barang yang berbahaya, tidak beracun. Tetapi sampah plastik ini punya nilai, bisa jadi energi. Kalau alkohol, rokok kan itu jelas terkait sisi kesehatan. Kalau ini kan masalah pengelolaan, kenapa yang disalahkan material plastiknya. Pengelolaannya yang diperbaiki," ujar Edi.
Selain itu, lanjut Edi, pengenaan cukai pada plastik akan berdampak luas, bukan hanya terhadap industri tetapi juga masyarakat. Sebab plastik merupakan barang yang sehari-hari digunakan oleh masyarakat.
"Malah akan menjadi beban industri, beban masyarakat, akan naiknya inflasi. Kalau kita lihat lebih banyak jeleknya dari pada kebaikannya. Karena itu seharusnya pemerintah sudah berpikir selama 2-3 tahun ini, sudah bisa memahami itu, makanya mereka masih menunda," jelas dia.
Edi berharap pemerintah mengerti jika pengenaan cukai bukan solusi untuk mengurangi sampah plastik dan meningkatkan penerimaan negara.
Untuk mengendalikan sampah bisa dilakukan dengan konsep pengelolaan yang lebih baik dan memberikan nilai tambah.
"Kita tetap menolak wacana cukai plastik tersebut, karena cukai ini tidak menjadi solusi. Kita harapkan ke depan pemerintah lebih sadar bahwa sampah plastik itu adalah peluang, bukan seperti konsep cukai yang merusak lingkungan. Jadi cara berpikirnya baik dari masyarakat, pemerintah harus bergandengan tangan untuk menyelesaikan ini," tandas dia.