TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2020.
Perpres tersebut merupakan perubahan atas Perpres Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Pra Kerja.
Satu dari poin yang diatur yakni peserta Kartu Pra Kerja yang tidak memenuhi ketentuan, wajib mengembalikan bantuan biaya pelatihan atau insentif kepada negara.
Peserta yang tidak mengembalikan insentif dalam jangka waktu 60 hari akan dikenai sanksi.
Yakni Manajemen Pelaksana Kartu Pra Kerja akan melakukan gugatan ganti rugi kepada peserta tersebut.
Baca: Presiden Teken Perpres Baru Terkait Kartu Pra Kerja
Adapun peserta yang wajib mengembalikan insentif Kartu Pra Kerja adalah sebagai berikut ini.
1. Bukan pekerja/buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
2. Bukan pelaku usaha mikro kecil yang terdampak Covid-19.
3. Bukan Warga Negara Indonesia (WNI).
4. Berusia kurang dari 18 tahun.
5. Sedang mengikuti pendidikan formal.
6. Pejabat negara, pimpinan, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
7. Aparatur Sipil negara (ASN).
8. Prajutit Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan anggota kepolisian negara.
9. Kepala desa dan perangkat desa.
10. Direksi, komisaris, dan dewan pengawas pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BMUD).
Tak hanya mengatur soal pengembalian insentif, perpres yang ditandatangani Jokowi pada Selasa (7/7/2020) juga membahas pemalsuan identitas.
Bagi peserta Kartu Pra Kerja yang kedapatan memalsukan identitas atau data pribadi, Manajemen Pelaksana berhak melakukan tuntutan pidana.
"Dalam hal penerima Kartu Pra Kerja dengan sengaja melakukan pemalsuan identitas dan/atau data pribadi, Manajemen Pelaksana mengajukan tuntutan pidana yang dapat digabungkan dengan tuntutan ganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan," jelas Pasal 31D Perpres Nomor 76 Tahun 2020.
Selain itu, lembaga pelatihan Kartu Pra Kerja juga harus memenuhi persyaratan berikut ini:
1. Lembaga pelatihan yang diselenggarakan swasta, BUMN, BUMD, atau pemerintah.
2. Memiliki kerjasama dengan platform digital
3. Memiliki pelatihan yang berbasis kompetensi kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dengan mempertimbangkan standar kompetensi kerja nasional, internasional, atau khusus.
4. Mendapatkan persetujuan Manajemen Pelaksana.
Baca: Kartu Pra Kerja Gelombang 4 akan Dibuka, Ini Perubahan Aturan Setelah Revisi, Berikut Cara Daftarnya
Kata Ekonom INDEF soal Kartu Pra Kerja
Pandemi virus corona (Covid-19) saat ini memang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi secara global, bahkan krisis ini diprediksi akan berdampak lebih parah dari tahun 1998 silam.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira pun menyarankan pemerintah untuk menyalurkan secara cepat dana bantuan sosial (bansos) yang telah dianggarkan.
Tentunya berdasar pada data yang valid, agar program ini tepat sasaran.
"Untuk jaga daya beli masyarakat, bansos harus lebih cepat disalurkan dengan data yang valid," ujar Bhima, kepada Tribunnews.com, Jumat (10/7/2020).
Ia juga menilai ada beberapa program stimulus yang tidak tepat dan kurang bermanfaat bagi masyarakat yang terdampak pandemi corona.
Satu diantaranya yang paling disorot adalah pemanfaatan Kartu Prakerja.
Menurutnya, untuk situasi seperti saat ini, masyarakat lebih membutuhkan bantuan dana bansos untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
"Terakhir, rombak total program stimulus yang tidak tepat, bahkan jatuh ke pemborosan, misalnya kartu prakerja itu, sudahlah dioper saja dananya ke bansos tunai," tegas Bhima.
Baca: Cegah Krisis Makin Dalam, Ekonom INDEF: Dana Kartu Prakerja Lebih Baik Dialihkan ke Bansos Tunai
(Tribunnews.com/Rica Agustina/Fitri Wulandari)