“KPPU akan terus mendalami berbagai alat bukti atas permasalahan industri ini,” ungkapnya.
Sebaran pabrik minyak goreng juga dilihat tidak merata. Di mana sebagian besar pabrik berada di pulau Jawa dan tidak berada di wilayah perkebunan kelapa sawit. Padahal ketergantungan pabrik minyak goreng akan pasokan CPO menjadi sangat besar.
Seperti diketahui, akibat harga minyak goreng yang teramat mahal, pekan lalu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng menjadi Rp 14.000 per liter pada pasar ritel.
Kebijakan ini menurut Lutfi juga akan digulirkan untuk harga minyak goreng yang dijual di pasar-pasar tradisional.
Untuk pembelian minyak goreng dengan harga Rp 14.000 di ritel-ritel modern, setiap konsumen hanya diperbolehkan membeli maksimal dua kemasan.
Dalam paparan saat konferensi pers Kamis (20/1/2022) lalu, komisioner KPPU Ukay Karyadi mengatakan, KPPU melihat dari dua sisi untuk menganalisis problem penyebab naiknya harga minyak goreng. Yakni dari sisi kebijakan pemerintah dan perilaku perusahaan.
Baca juga: Lihat Ada Sinyal Kartel Harga Minyak Goreng, KPPU: Kompak Naiknya
"Terkait apakah ada pelanggaran persaingan usaha atau tidak, kami akan terus mendalami," kata Ukay.
Ukay mengapresiasi solusi jangka pendek pemerintah melalui subsidi harga minyak goreng. Namun menurutnya, pemerintah mesti menetapkan strategi jangka panjang untuk mengantipasi kenaikan harga minyak goreng.
"Harus ada penataan regulasi agar industri hilir sawit dalam hal ini pabrik minyak goreng harus tumbuh, tidak hanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar saja," kata Ukay.
Berdasarkan penelitian KPPU, beberapa pelaku usaha terbesar dalam industri minyak goreng adalah pelaku usaha terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO (crude palm oil) hingga produsen minyak goreng.
Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Renamanggala mengatakan, CPO sebagai komoditas global akan menyebabkan produsen minyak goreng sulit bersaing dengan pasar ekspor dalam hal mendapatkan bahan baku.
Padahal sejumlah produsen minyak goreng masih dalam satu kelompok usaha dengan pengekspor CPO.
"Kami bisa melihat apakah nanti apabila ditemukan kami akan memanggil pelaku usaha - pelaku usaha yang dominan meminta data-data produksi minyak goreng dan biaya inputnya," ujar Mulyawan.
Praktik Kartel dan Oligopoli