"Dengan kebijakan ini, maka kami berharap harga minyak goreng dapat menjadi lebih stabil dan terjangkau untuk masyarakat, serta dapat tetap menguntungkan bagi para pedagang kecil, distributor, hingga produsen," kata Mendag.
Adapun harga minyak goreng yang baru ini merupakan hasil dari adanya kebijakan DMO dan DPO yang diterapkan Kemendag.
Tujuan dari kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) untuk terus menjaga dan memenuhi ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Kebijakan ini ditetapkan dengan mempertimbangkan hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan minyak goreng satu harga yang telah berlangsung selama satu minggu terakhir.
"Mekanisme kebijakan DMO atau kewajiban pasokan ke dalam negeri berlaku wajib untuk seluruh produsen minyak goreng yang akan melakukan ekspor."
"Nantinya, seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20 persen dari volume ekspor mereka masing–masing," jelas Mendag.
Mendag menjelaskan, kebutuhan minyak goreng nasional pada 2022 adalah sebesar 5,7 juta kilo liter.
Untuk kebutuhan rumah tangga diperkirakan sebesar 3,9 juta kilo liter, yang terdiri dari 1,2 juta kilo liter kemasan premium, 231 ribu kilo liter kemasan sederhana, dan 2,4 juta kilo liter curah.
Sementara untuk kebutuhan industri adalah sebesar 1,8 juta kilo liter.
"Seiring dengan penerapan kebijakan DMO, kami juga akan menerapkan kebijakan DPO yang kami tetapkan sebesar Rp9.300/kg untuk CPO dan Rp10.300/liter untuk olein," ungkap Mendag.
Kontak Pengaduan Terkait Permasalahan Harga Minyak Goreng
Jika ada ritel yang menjual harga tidak sesuai dengan penetapan pemerintah, maka masyarakat bisa mengadu ke Kemendag melalui sejumlah sarana.
Dikutip dari Kompas.com, Mendag Muhammad Lutfi menjelaskan, Kemendag menyiapkan kontak pengaduan dengan membuka hotline khusus.
Kementerian Perdagangan menyediakan kontak: