Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Bank Sentral Rusia diperkirakan akan terus memangkas suku bunga, karena inflasi Rusia tahun ini diprediksi akan lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya.
Melansir dari Reuters, perekonomian Rusia berubah drastis setelah Moskow mengirim puluhan ribu pasukannya ke Ukraina pada 24 Februari lalu, yang memicu pihak Barat menjatuhkan sanksi kepada Moskow termasuk membekukan sebagian aset Rusia.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada 15 analis pada Kamis (29/6/2022) kemarin, ekonomi Rusia diprediksi akan menyusut 7,1 persen tahun ini.
Jajak pendapat serupa juga dilakukan di bulan Mei, dengan hasil yang menunjukkan ekonomi Rusia akan mengalami kontraksi sebesar 7,6 persen.
Menurut hasil survei tersebut, para analis memperkirakan inflasi Rusia akan meningkat menjadi 14,5 persen dari 8,4 persen pada tahun 2021, namun berada di bawah ekspektasi pada Mei lalu sebesar 16,4 persen.
Penurunan ekspektasi mengenai inflasi ini, dapat memberikan kesempatan bagi Bank Sentral Rusia untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut.
"Rubel yang kuat akan berkontribusi pada perlambatan inflasi lebih lanjut. Ini akan memungkinkan Bank Rusia untuk memangkas suku bunga utama pada pertemuan 22 Juli menjadi 8-9 persen," kata kepala analis di Bank Rusia Sovcombank, Mikhail Vasilyev.
Baca juga: Jokowi Minta Jaminan Keamanan Rusia bagi Jalur Ekspor Pangan Ukraina
Perkiraan konsensus menyarankan agar Bank Sentral Rusia memangkas suku bunga dari 9,5 persen di bulan Juni, menjadi 9,0 persen di bulan Juli ini, dan 8 persen pada akhir tahun 2022.
Pada bulan Januari, sebelum Rusia menginvasi Ukraina, para analis memperkirakan ekonomi Rusia akan tumbuh sebesar 2,5 persen, dengan inflasi 5,5 persen di akhir tahun ini, sementara Moskow menergetkan inflasi tahun ini berada di level 4 persen.
Baca juga: Indeks Harga Konsumen Rusia Stagnan Setelah Tiga Minggu Mengalami Penurunan
Seorang penasihat Presiden Rusia Vladimir Putin, mengatakan pada Mei lalu, ekonomi Rusia akan berkontraksi tidak lebih dari 5 persen di tahun ini.
Sebulan sebelumnya, Kementerian Ekonomi Rusia mengatakan produk domestik bruto Rusia dapat turun lebih dari 12 persen, sehingga diperkirakan akan menjadi kontraksi terbesar sejak pertengahan tahun 1990-an.
Sedangkan nilai mata uang rubel diperkirakan akan melemah dalam beberapa bulan mendatang setelah mencapai level tertinggi dalam tujuh tahun terakhir, sebesar 50 per dolar AS pada akhir Juni, berkat rekor surplus transaksi yang berjalan karena tingginya harga untuk ekspor komoditas Rusia.