Keempat, produksi batubara dari Rusia mengalami penurunan akibat perang dengan Ukraina. Untuk dapat berproduksi, batubara yang semula ditujukan untuk kebutuhan negara Eropa dialihkan ke wilayah Timur Rusia.
"Sayangnya yang dibutuhkan bukan jenis thermal coal, tapi coking coal sehingga tambang yang punya thermal coal perlahan akan berhenti berproduksi," ujar Arcandra.
Kelima, terjadinya penggantian presiden Colombia yang berjanji dalam masa kampanye untuk tidak memperpanjang kontrak-kontrak penambangan batubara.
"Beliau akan menghormati kontrak yang sudah ada tapi tidak akan memperbaruinya. Seperti yang kita tahu Columbia termasuk negara pengekspor batubara yang cukup berpengaruh," paparnya.
Baca juga: Pasokan Gas Seret Bikin Pusing Belanda, Tiru Jerman Hidupkan Pembangkit Batubara
Dengan kondisi ini, akan terjadi kekurangan dari sisi suplai di masa depan yang berimbas pada naiknya harga batubara saat ini.
Selain kelima faktor di atas, kata Arcandra, tentu ada faktor lain yang secara tidak langsung membuat harga batubara bergejolak.
Salah satunya adalah terganggunya LNG plant di Texas yang mengakibatkan LNG yang direncanakan untuk dipakai di Eropa tidak terpenuhi.
"Tidak dapat dipungkiri, kebutuhan manusia akan batubara masih sangat tinggi. Namun demikian jangan sampai kita kehilangan fokus dalam membangun lingkungan yang lebih hijau dan berkelanjutan," paparnya.