Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dinilai mampu bertahan di tengah gejolak ekonomi global karena kondisi ekonomi Indonesia sejauh ini relatif baik dengan inflasi mencapai 4,2 persen jika dibandingkan dengan sejumlah negara lain.
Dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,01 persen, perekonomian Indonesia relatif lebih baik dibandingkan negara-negara lain dan masih terhindar dari risiko resesi.
"Kita punya GDP ratio 42 persen, beberapa negara itu mencapai 100 persen. Beberapa negara yang masuk resesi, tetapi Indonesia terlihat potensi dari resesinya dibanding berbagai negara lain relatif sangat kecil yaitu sekitar tiga persen," ujar Menko Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto.
Dana Moneter Internasional (IMF) dalam World Economic Outlook (WEO) pada bulan ini, memperkirakan perekonomian Indonesia akan meningkat 5,3 persen pada tahun 2022 dan melesat 5,2 persen pada tahun 2023.
Sementara perekonomian negara besar seperti Amerika Serikat (AS), mencatat pertumbuhan sebesar 2,3 persen, jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yaitu 5,7 persen.
Sedangkan negara dengan perekonomian terbesar di Asia, China mencatat pertumbuhan sebesar 3,3 persen pada tahun ini, dan 4,6 persen di tahun 2023.
Di kawasan Euro, pertumbuhan direvisi turun menjadi 2,6 persen tahun ini, dan 1,2 persen pada tahun 2023, yang mencerminkan dampak dari perang di Ukraina dan kebijakan moneter yang lebih ketat.
Baca juga: IMF Soroti Pembengkakan Utang di Kawasan Asia, Sederet Negara Ini Berpotensi Mengalami Resesi
Ekonomi Kanada tahun ini diperkirakan akan tumbuh 3,4 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 4,5 persen.
Ekonomi negara-negara di kawasan Amerika Selatan seperti Brasil tahun ini diperkirakan tumbuh 1,7 persen, sementara di tahun sebelumnya Brasil mencatat pertumbuhan sebesar 4,6 persen. Sedangkan ekonomi Meksiko tumbuh 2,4 persen tahun ini, lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 4,8 persen.
IMF mengatakan inflasi global juga direvisi naik, yang sebagian disebabkan karena kenaikan harga pangan dan energi. Inflasi tahun ini diperkirakan akan mencapai 6,6 persen di negara maju dan 9,5 persen di negara berkembang.
Baca juga: IMF Peringatkan Inflasi Tinggi Bisa Mengancam Ekonomi ke Jurang Resesi
Saat melakukan kunjungan ke Indonesia pada hari Minggu (17/7/2022) lalu, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut Indonesia memiliki ketahanan yang bagus saat menghadapi kondisi ekonomi global yang semakin menantang, dengan adanya inflasi tinggi dan kenaikan harga pangan serta energi.
Georgieva mengatakan, ketahanan ini dilihat dari berbagai indikator ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, neraca pembayaran, fiskal dan moneter. Penanganan pemerintah Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 juga dinilai mampu mencegah penurunan ekonomi.
Baca juga: Dunia di Ambang Resesi, Fuad Bawazier Minta Pemerintah Hati-hati Kelola Keuangan Negara
"Saat Covid-19 di sini, Indonesia berhasil mencegah penurunan output ekonomi yang signifikan, tidak sedalam di banyak tempat," kata Georgieva.
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Edy priyono mengungkapkan keberhasilan Indonesia dalam menjaga daya tahan ekonomi pada masa pandemi dan gejolak ekonomi global, tidak lepas dari strategi gas dan rem Presiden Jokowi.
Edy mengatakan, sejak awal Jokowi menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi dalam penanganan Covid-19, dengan pendekatan kebijakan gas dan rem.
Walaupun awalnya kebijakan ini banyak dikritik, namun strategi ini telah berhasil membawa ekonomi Indonesia tumbuh dan pulih. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama tahun ini tercatat 5,01 persen secara year-on-year.
Menurut Edy, pemerintah juga sangat konsisten dalam mengendalikan inflasi, yang dilakukan dari dua sisi yakni kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Bank Indonesia (BI) yang berwenang dalam kebijakan moneter, sampai saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan. Namun BI menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) agar jumlah uang yang beredar tidak terlalu besar sehingga inflasi menjadi terkendali.
Dari sisi fiskal, pemerintah Indonesia berusaha untuk mempertahankan harga pangan dan energi, dengan menambah anggaran subsidi dan kompensasi untuk energi baik BBM, listrik dan LPG.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga konsisten melaksanakan program perlindungan sosial untuk menjaga daya beli kelompok kurang mampu di tengah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa.
Namun pemerintah masih memiliki PR untuk menurunkan angka pengangguran baik melalui pertumbuhan ekonomi atau melaksanakan berbagai pelatihan untuk calon pekerja.