Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Kepala ekonom dari Hang Seng Bank (China), Dan Wang mengatakan bahwa gelombang panas yang melanda beberapa wilayah di China dapat berdampak serius pada sektor ekonomi.
“Gelombang panas adalah situasi yang cukup mengerikan," kata Wang, seraya menambahkan bahwa gelombang panas itu mungkin dapat berlangsung selama dua hingga tiga bulan ke depan.
Pada awal bulan ini, China menghadapi gelombang panas yang memecahkan rekor dan sedang berjuang melawan pemadaman listrik di daerah Sungai Yangtze.
Baca juga: Gelombang Panas di China Hambat Pengiriman Suku Cadang hingga Tingkatkan Risiko Inflasi
Selain itu, suhu yang ekstrem juga telah mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengancam ternak.
“Ini akan mempengaruhi industri-industri besar yang padat energi dan akan memiliki efek buruk di seluruh ekonomi, bahkan ke rantai pasokan global,” kata Wang.
“Kami sudah melihat perlambatan produksi di industri baja, di industri kimia, di industri pupuk. Itu adalah hal yang sangat penting dalam hal konstruksi, pertanian dan juga manufaktur secara umum,” imbuhnya.
Dilansir dari CNBC, Minggu (21/8/2022) Kementerian Sumber Daya Air China mengatakan bahwa sebagian besar wilayah di lembah Sungai Yangtze mengalami suhu yang sangat tinggi sejak akhir Juli. Curah hujan di daerah tersebut juga turun sekitar 45 persen dibandingkan rata-rata selama beberapa tahun terakhir.
Sementara itu, gelombang panas dan pemadaman listrik yang baru-baru ini melanda China telah mengingatkan bahwa tahun lalu negara itu juga sempat mengalami pemadaman listrik skala besar yang menyelimuti banyak pusat manufaktur utama China seperti Guangdong, Zhejiang dan Jiangsu.
"Tahun lalu, seperti yang kami perkirakan, periode kekurangan listrik telah menyebabkan pertumbuhan PDB China hanya berada di angka 0,6 persen. Untuk tahun ini, kami pikir angka tersebut akan jauh lebih tinggi. Saya akan mengatakan 1,5 persen poin lebih rendah." kata Wang.
“Saat ini, kami memperkirakan bahwa pertumbuhan PDB akan berada di angka 4 persen untuk setahun penuh. Namun, jika situasi saat ini masih terus berlanjut, maka saya harus mengatakan tingkat pertumbuhan mungkin di bawah 3 persen,” tambahnya.
Risiko Inflasi
Mengutip dari CNN, gelombang panas ekstrem di China juga mengakibatkan gagal panen di banyak bagian negara itu, dan dikhawatirkan menambah tekanan inflasi bulan lalu.
Baca juga: Inflasi China Meningkat 2,7 Persen, Tertinggi Sejak 2 Tahun Terakhir
"Dipengaruhi oleh suhu tinggi di banyak tempat, harga sayuran segar naik 12,9 persen tahun ke tahun, yang secara signifikan lebih tinggi dari periode yang sama tahun-tahun sebelumnya," kata Fu Linghui, juru bicara Biro Statistik Nasional China.
Dia mencontohkan, panas yang ekstrem telah menyebabkan kekeringan di beberapa daerah pertanian di China selatan. Sedangkan di China utara, curah hujan dan banjir juga mengakibatkan beberapa tanaman pertanian mengalami gagal panen.